TEMPO.Co, Jakarta - Tersangka kasus suap hakim Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara menggunakan kode "pengajian" dalam berkomunikasi, sebagaimana diungkap KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan istilah itu digunakan untuk menyamarkan rencana pertemuan.
Baca: KPK Lakukan OTT di Jakarta, Politikus dan Penegak Hukum Terjaring
"Antara pemberi dan penerima (suap) yang sekarang sudah ditetapkan tersangka, mereka memakai istilah itu. Jadi untuk bertemu dikamuflase dengan "pengajian"," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Sabtu, 7 Oktober 2017.
Kedua tersangka suap tersebut yakni Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono dan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Aditya Anugrah Moha. Aditya diduga memberikan uang untuk mempengaruhi putusan Sudiwardono.
Sudiwardono adalah ketua majelis hakim yang menangani perkara banding yang diajukan Bupati Bolaang Mongondow Sulawesi Utara sekaligus ibunda Aditya, Marlina Moha Siahaan.
Marlina menjadi terdakwa korupsi tunjangan penghasilan aparatur pemerintah desa (TPAPD) yang telah divonis lima tahun penjara. Marlina kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara atas putusan tersebut.
"Diduga pemberian uang untuk memengaruhi putusan banding dalam perkara tersebut serta agar penahanan terhadap terdakwa tidak dilakukan," kata Syarif.
KPK menangkap Aditya dan Sudiwardono pada Jumat, 6 Oktober malam. KPK juga mengamankan uang senilai 64 ribu dolar Singapura dari OTT itu. Keduanya resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani 1x24 jam pemeriksaan oleh penyidik KPK.
BUDIARTI UTAMI PUTRI