TEMPO.CO, Tenggarong - Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura, Sumarlan, tak mau banyak berkomentar setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penggeledahan di kantornya, Kamis malam, 28 September 2017. Lembaga antirasuah menggeledah kantornya terkait kasus korupsi yang menjerat Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Dalam penggeledahan itu, selain menyita dokumen-dokumen, KPK juga menyita sejumlah telepon seluler. Termasuk telepon seluler milik Sumarlan. "Tadi disebutkan dalam berita acara terkait ditetapkannya Bupati (Rita) sebagai tersangka. Mungkin itu saja, hal lain tidak bisa saya beri tahu," ujarnya di depan gedung kantornya.
Baca juga: Tersangka Bupati Rita: Saya Tak Paham Mengitung Harta untuk LHKPN
Penyidik KPK membutuhkan waktu hampir 13 jam dalam penggeledahan sejumlah kantor dinas hari ketiga di Kutai Kartanegara. Dua hari sebelumnya, penyidik menggeledah kompleks kantor bupati, pendapa bupati, serta dua rumah lainnya, serta kantor Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinar Pekerjaan Umum, dan Dinas Pendidikan.
Sumarlan menegaskkan, ia hanya menjalankan prosedural memberikan akses kepada KPK untuk menjalankan tugasnya melakukan penggeledahan. Para penyisik yang terdiri dari 21 personel itu mulai menggeledah kantornya pukul sembilan pagi dan selesai pukul 21.40 Wita.
Kepada wartwan yang sudah menunggunya di depan kantornya, Suramlan mengatakan tak bisa menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ia beralasan lelah. "Iya sudah rampung, susah ya, saya capek," tuturnya. "Hampir semua ruangan sempat disegel."
Simak pula: Kemendagri: Bupati Kukar Rita Akan Dicopot Jika Jadi Terdakwa
KPK melakukan penggeledahan di Kutai Kartanegara setelah menetapkan Bupati Rita dan dua orang dari pihak swasta, sebagai tersangka pada Selasa, 26 September 2017.
HS selaku Direktur Utama PT SGP diduga memberikan uang senilai Rp 6 miliar ke Rita terkait pemberian izin perkebunan kelapa sawit Desa Kupang Baru kepada perusahaannya. Suap diperkirakan terjadi antara Juli-Agustus 2010 untuk dmemuluskan pemberian izin lokasi.
Indikasi lainnya, Rita bersama KHR menerima gratifikasi berkaitan jabatan berupa uang sebesar 775 US Dollar atau berkisar USD Rp 6,97 miliar terkait sejumlah proyek selama menjabat. KPK menjerat Rita dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 perubahan UU 20/200.
HS, tersangka yang diduga melakukan suap, dijerat
Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31/1999 perubahan UU 20/2001 dan KHR selalu tersangka yang diduga menerima gratifikasi bersama Rita akan dijerat pasal 12 B UU 31/1999 perubahan UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
SAPRI MAULANA