TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Partai Golkar, Nurdin Halid, membenarkan adanya desakan dari internal partai agar Setya Novanto mundur sebagai ketua umum. Dorongan ini muncul seiring elektabilitas Golkar yang terus merosot.
Nurdin menjelaskan pada 13 September 2017 dirinya memimpin rapat pleno yang memerintahkan Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk melakukan kajian terhadap situasi internal Golkar. Tim kajian lalu menyampaikan hasilnya dalam rapat harian Senin, 25 September 2017 setelah mengundang dua lembaga survei.
"Salah satu faktor penurunan elektabilitas adalah persoalan (korupsi) e-KTP, itulah kemudian korbid kajian dan korbid polkuham merekomendasikan untuk ketua umum nonaktif," kata Nurdin saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu, 27 September 2017.
Baca juga: Politikus Golkar Akui Muncul Desakan Menonaktifkan Setya Novanto
Rapat harian tersebut menugaskan dirinya dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham untuk menyampaikan rekomendasi tersebut ke Setya Novanto. Nantinya Setya sendiri yang akan mengambil keputusan apakah akan menerima atau menolak rekomendasi itu
DPP Golkar, kata Nurdin, telah mengagendakan rapat pleno esok hari untuk mendengarkan jawaban dari Setya. Namun Nurdin mengaku belum menyampaikan rekomendasi itu ke Setya Novanto lantaran harus bertolak ke Makassar untuk urusan keluarga.
"Yang sudah berkomunikasi itu pak Idrus. Nanti saya tanyakan apakah konsultasi sekjen itu cukup bagi saya atau belum? Kalau belum maka saya sendiri akan segera ketemu," ujarnya.
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan Setya Novanto harus mundur agar partainya tidak terus tercitrakan negatif imbas dari kasus korupsi yang menyeret Setya. "Harus diganti. Kalau mau memberhentikan kasus e-KTP tidak ada kata lain selain mengganti, kalau cara lain mana bisa," tuturnya.