TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesia Coruption Watch (ICW) menilai, dana Operasional Sekolah (BOS) tidak banyak berperan dalam meningkatkan mutu dan layanan pendidikan. “Tujuan BOS itu ada dua, yaitu meningkatkan pelayanan dan membebaskan biaya pendidikan. Kami menilai keduanya gagal,” kata Monitoring Pelayan Publik ICW Ade Irawan seminar di Jakarta, Kamis (08/02). Kegagalan itu karena logika pemerintah salah dalam melihat situasi. Sebelum dana BOS diluncurkan, seharusnya pemerintah mencari tahu berapa kebutuhan siswa dan berapa kebutuhan sekolah. “Nah, dalam BOS, logikanya justru terbalik. Yang dilakukan pemerintah justru menyiapkan uangnya dulu lalu uangnya itu dicukup-cukupkan. Sehingga akhirnya tidak cukup,” katanya. Selain itu, Ade juga menilai Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) terlalu tertutup soal dana BOS. Ketertutupan Depdiknas inilah yang membuat sosialiasasi BOS jadi terhambat. “Dari hasil survey yang kami lakukan, sebagian besar masyarakat memang tahu tentang BOS, tapi mereka tidak tahu berapa besar dana yang diterima sekolah dari pusat,” katanya. Namun ia mengakui distribusi dana Bos telah tepat sasaran. Masalahnya justru ada pada penggunaan dana tersebut. Ia menilai penggunaan dana BOS justru lebih besar digunakan untuk keperluan birokrasi pendidikan, bukan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan. “Empat puluh tiga persen dari 20 persen anggaran pendidikan dipakai untuk birokasi pendidikan,” ujarnya. Saat ini ada pergerseran pola korupsi di Departemen Pendidikan. Kalau dulu, korupsi dilakukan dengan langsung menilap anggaran pendidikan, tapi sekarang caranya lebih halus. Dana BOS memang turun ke sekolah-sekolah, tapi uang tersebut akan naik lagi ke pusat. “Naiknya itu ada dua sebab, pertama karena sekolah diperas oleh Diknas, kedua sekolah dengan sukarela menyerahkan ke Diknas,” ujarnya. Dwi Riyanto Agustiar
Biaya Pendidikan Pilot di 5 Sekolah Penerbangan, Tembus Rp 1,8 M
15 Agustus 2023
Biaya Pendidikan Pilot di 5 Sekolah Penerbangan, Tembus Rp 1,8 M
Biaya pendidikan pilot berkisar Rp500 jutaan sampai Rp1,8 miliar tergantung jenis lisensi, meliputi Lisensi Pilot Pribadi (PPL) hingga Lisensi Pilot Komersial (CPL)