Ketua Panitia Pengarah Munaslub Partai Golkar, Nurdin Halid, memimpin Rapat Pleno Munaslub di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 6 Mei 2016. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid memastikan pihaknya tidak akan menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) meski Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dijadikan tersangka. “Ada kondisi obyektif dan kondisi subyektif,” kata dia di DPP Partai Golkar, Selasa, 18 Juli 2017.
Nurdin menuturkan partainya akan melaksanakan keputusan pada Rapimnas Partai Golkar 2017 untuk tidak melaksanakan munaslub.
Dia beralasan, secara obyektif ada landasan hukum dan anggaran dasar rumah tangga partai yang harus dipatuhi. Ia mengatakan suara terbesar partainya dari DPD tingkat I dan II. Sedangkan mereka tidak ingin ada munaslub.
Sementara untuk alasan subyektif, kata Nurdin, ada kompetisi politik yang harus disiapkan dan memerlukan waktu. Ia menyebut ada pilkada 2018 yang harus disiapkan. Pada pilkada 2018, persiapan sudah harus dilakukan sejak Oktober 2017.
Nurdin berujar apabila ada munaslub maka bisa mengganggu konsentrasi partai dalam menyiapkan pilkada. “Kalau menyelenggarakan munaslub sangat tidak menguntungkan,” kata Nurdin.
DPP Partai Golkar hari ini, 18 Juli 2017, menggelar rapat pleno. Keputusan yang diambil adalah tetap menjadikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Sedangkan kerja partai akan lebih fokus dilakukan oleh sekretaris jenderal dan ketua harian dengan tetap di bawah kendali ketua umum.
Senin kemarin, Komisi Pemberantasan Korusi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi megaproyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Ia diduga terlibat dalam penganggaran hingga pemilihan pemenang tender proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.