Sebab-sebab Lambatnya Pembahasan RUU Antiterorisme
Editor
Dian Andryanto
Senin, 29 Mei 2017 16:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme Arsul Sani mengatakan masih adanya perbedaan pandangan dalam beberapa isu RUU Antiterorisme. Ia menerangkan pihaknya masih mendengar kelompok masyarakat untuk menjadi pertimbangan.
"Ada beberapa isu yang memang memerlukan kehati-hatian dari panja dan pansus. Tetapi saya melihat juga bahwa sudah ada kemajuan yang bisa kita capai," kata Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 29 Mei 2017, terkait lambatnya pembahasan RUU Antiterorisme.
Baca juga:
RUU Anti Terorisme, Wiranto: Pekan Depan Kelar
Ia mencontohkan terkait pasal pidana materiil yang mengatur pidana persiapan aksi teror sudah diselesaikan anggota panitia kerja. Menurut dia, inilah yang dibutuhkan aparat kepolisian untuk memberantas dan menindak rencana aksi teror. "Ini yang sebelumnya disebut sebagai kekurangan landasan hukum," katanya.
Selain itu, politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengakui adanya perdebatan terkait perpanjangan waktu penahanan bagi terduga pelaku teror. Dalam KUHAP, kata Arsul, polisi hanya bisa menahan 1×24 jam setelah penangkapan sementara itu, dalam UU Tindak Pidana Terorisme yang ada sekarang mengatur ketentuan penahanan selama tujuh hari.
Baca pula:
Pemerintah Menjamin Revisi UU Anti Terorisme Tak Langgar HAM
Wacana berkembang dalam pembahasan revisi UU Terorisme selama 30 hari penahanan. "Banyak elemen masyarakat keberatan. Masukan inilah yang menjadi dasar bagi fraksi menyusun DIM," kata Arsul.
RUU tentang tindak pidana terorisme yang sedang dibahas di DPR digenjot penyelesaiannya menyusul teror bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu pekan lalu. Pembahasan berlangsung alot karena sebagian isinya mendapat pro dan kontra.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta Dewan mempercepat pembahasan revisi UU Tindak Pidana Terorisme. Menurut dia, penyelesaian mendesak untuk mengantisipasi aksi teror serupa seperti Bom Kampung Melayu.
"Kami segera meminta DPR mempercepat RUU Antiterorisme. Ini kita harapkan bisa menjadi upaya antisipati kejadian seperti kemarin," kata Yasonna. Meski begitu, ia memastikan revisi undang-undang bakal tetap memperhatikan masalah hak asasi manusia.
ARKHELAUS W.