Tersangka dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang perkara dugaan korupsi e-KTP, Miryam S Haryani mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 1 Mei 2017. Mantan anggota Komisi II DPR Miryam yang sempat menjadi buronan KPK tersebut resmi ditahan di Rumah Tahanan KPK, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan politikus Partai Hanura, Miryam S. Haryani. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana mempercepat penyidikan terhadap Miryam yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan tidak benar dalam sidang e-KTP.
"Tentu akan mempercepat proses khususnya perkara memberikan keterangan palsu untuk tersangka Miryam," ujar Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di depan ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa, 23 Mei 2017.
Menurut dia, penyidik kini tinggal melengkapi berkas pemeriksaan Miryam, sebelum nantinya dilimpahkan ke pengadilan. "Tidak begitu lama ya, karena tinggal ahli saja yang belum diperiksa."
Dari pertimbangan yang dibacakan hakim tunggal Asiadi Sembiring, gugatan Miryam S. Haryani ditolak lantaran prosedur hukum yang dilakukan KPK dinilai sudah benar. Hakim menilai dua alat bukti yang dikantongi KPK untuk menetapkan Miryam sebagai tersangka, sudah sah.
"Apa yang dilakukan KPK sudah benar, sesuai SOP (prosedur standar) dan didukung keterangan ahli dan dokumen yang sudah diuji," ujar Setiadi.
Belajar dari kasus Miryam, Setiadi mengimbau seluruh saksi yang diperiksa KPK untuk memberi keterangan secara jujur, baik dalam penyidikan maupun dalam persidangan. "Ini suatu warning bahwa dalam pemeriksaan sidang tindak pidana korupsi tidak boleh orang memberikan keterangan yang berbeda. Kalau sudah disumpah harus mengikuti aturan yang berlaku," tuturnya.
Tim kuasa hukum Miryam mengaku kecewa dengan putusan hakim tersebut. "Kecewa itu manusiawi ya. Mungkin (kelemahan gugatan) ada pada argumentasi hukum kami," kata pengacara Miryam, Mita Mulia, seusai persidangan.
Setelah gugatan praperadilan ditolak, Mita mengaku pihaknya belum menentukan langkah hukum selanjutnya. Ia mengatakan masih akan mendalami putusan hakim.
"Ke depannya kami akan ikuti proses hukum sebagaimana mestinya. Kami sudah melakukan jalur hukum yang dimungkinkan dan kami menghargai putusan hakim," ujar dia.
Meski dalil yang diajukan ke hakim ditolak, Mita masih mempertahankan pendapatnya bahwa penetapan tersangka terhadap Miryam S. Haryani tidak sah. Dia berkukuh bahwa KPK semestinya mengacu pada ketentuan Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk mengusut kasus dugaan pemberian keterangan tidak benar. Adapun KPK saat ini memakai Pasal 22 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi untuk menjerat Miryam sebagai tersangka.