Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kanan) menunjukkan buku Ensiklopedia Pemuka Agama Nusantara yang diluncurkan di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, 19 Desember 2016. Kementerian Agama resmi meluncurkan terjemahan Alquran dalam berbagai bahasa daerah. ANTARA/Sigid Kurniawan
TEMPO.CO,Jakarta – Polemik perlu atau tidaknya agama dipisahkan dari politik masih ramai dibicarakan. Apalagi dengan belum tuntasnya proses hukum kasus dugaan penistaan agama terhadap inkumben Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menanggapi hal itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin beranggapan agama dan politik sulit dipisahkan.
”Yang harus dipisahkan itu justru dampak aktivitas politik yang buruk dalam keagamaan,” ujar Lukman saat dicegat di Istana Kepresidenan, Kamis, 4 Mei 2017.
Lukman menjelaskan, agama dan politik sulit dipisahkan di Indonesia karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agamis. Maksud dari agamis adalah menyandarkan kehidupan dan kegiatan sehari-hari terhadap nilai-nilai keagamaan.
Nah, politik adalah satu dari sekian banyak hal yang ada di kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Dengan kata lain, akan ada nilai-nilai keagamaan di situ.
Agar kedua unsur tersebut tidak bertentangan satu sama lain, kata Lukman, yang harus dipastikan adalah jangan sampai praktik politik negatif dicampurkan dengan agama. Praktik politik negatif adalah praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan berekses buruk.
”Bagaimanapun harus kita maklumi bahwa sering kali aktivitas politik itu menimbulkan ekses negatif,” ujar Lukman mengakhiri.