Hari Buruh, AJI Makassar Dorong Perda Perlindungan Jurnalis
Editor
Dian Andryanto
Minggu, 30 April 2017 09:57 WIB
TEMPO.CO, Makasaar - Menjelang Hari Buruh pada 1 Mei, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar mendorong agar ada Peraturan Daerah tentang perlindungan jurnalis. Pasalnya masih banyak wartawan yang dibayar oleh perusahaan pers sangat jauh dari kewajaran.
"Upah jurnalis ini masih banyak yang menerima dibawah upah minimum provinsi dan kota," kata Ketua AJI Makassar, Qodriansyah Agam Sofyan saat mengelar diskusi ketenagakerjaan yang bertema "Refleksi Hari Buruh Bagi Pekerja Pers" di Sekretariat AJI Makassar, Jalan Toddopuli VII, Sabtu 29 April 2017.
Baca pula:
AJI Jakarta Kecam Keras Hary Tanoe Laporkan Tirto ke Polisi
Peringatan May Day, Buruh Indonesia Usung Tema HOSJATUM
Menurut dia, hingga kini persoalan jurnalis terkait pengupahan, kontrak kerja masih menjadi perhatian. Sebab sering ditemukan ada jurnalis yang tak menerima pesangon ketika perusahaan media melakukan pemecatan baik di lokal maupun nasional. "Yang sangat miris lagi, jurnalis selalu berada digarda terdepan saat menyuarakan aspirasi buruh. Tapi dirinya sendiri tak mampu bersuara tentang gajinya," kata dia.
Sementara, Anggota Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan, Syahruddin Alrif mengungkapkan pihaknya selaku wakil rakyat memberikan solusi yang konkret agar upah jurnalis ini bisa setara dengan UMP/UMK. Menurut dia, dewan akan memediasi melakukan pertemuan antar perusahaan media dan dinas tenaga kerja. "Tapi berani enggak kira-kira jurnalis menyampaikan keluhannya, karena ini juga bagian perjuangan," ucap Syahruddin.
Baca juga:
May Day, 10 Ribu Buruh Jawa Barat Menyasar Gedung Sate
May Day, Buruh Siapkan Marching Band Hingga Pertunjukan ...
Ia menjelaskan profesi jurnalis ini sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 2 tahun 2016 tentang upah minimum provinisi. Sehingga gaji wartawan, karyawan, buruh sudah ada standardisasi yang harus diterima yakni Rp 2,5 juta per bulan. "Jangan diskusi terus, tapi tak ada tindaklanjutnya. Jadi gajinya jurnalis ini ikut standar apa?" kata Syahruddin.
Menurut Syahruddin, mobilisasi jurnalis sangat tinggi, sehingga kesejahteraan dan hak-hak mereka harus diperjuangkan. Bahkan itu sangat miris ketika seorang wartawan itu dibayar per berita. "Itulah saatnya mendorong peraturan daerah. Kalau tak bisa minimal peraturan gubernur soal ketenagakerjaan," kata dia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar Andi Irwan Bangsawan mengatakan hingga kini pihaknya tak pernah mendapatkan laporan dari wartawan tentang upah. Sehingga ia berpikir bahwa persoalan gaji wartawan itu aman-aman saja. "Kalau ada berani melapor maka kita jamin menjaga kerahasiaan pelapor," kata Irwan.
Menurut dia, laporan yang diterima pemerintah saat ini ada 40 masalah industrial. Di antaranya tentang upah minimum kota, gaji yang terlambat, jaminan kesehatan, masalah pemecatan secara sepihak, tak terima pesangon dan jaminan tenaga kerja. "Tapi kita hanya sebatas melakukan pembinaan saja. Karena kewenangan pengawasan ada di Provinsi Sulawesi Selatan," katanya, menjelaskan.
DIDIT HARIYADI