Sidang Suap Satelit, Kepala Bakamla Akui Bertemu Terdakwa 2 Kali
Rabu, 26 April 2017 20:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Ari Soedewo mengakui 2 kali pertemuannya dengan Fahmi Darmawansyah, terdakwa kasus suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Ari juga mengungkap hubungannya dengan suami artis Inneke Koesherawati yang menjadi Direktur Utama PT Merial Esa Indonesia, perusahaan pemenang tender pengadaan.
"Saya tahu yang bersangkutan bernama Fahmi Saidah, tapi begitu OTT (Operasi Tangkap Tangan), saya baru tahu namanya Fahmi Darmwansyah," kata Ari Soedewo saat bersaksi untuk Fahmi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 26 April 2017.
Baca juga: Sidang Suap Satelit, Kepala Bakamla Bantah Minta Fee 7,5 Pesen
"Saya ke rumah Fahmi Saidah karena saat itu saya cari rumah dinas untuk disewa. Kemudian dikenalkan sama Fahmi Saidah, setelah saya pertimbangkan saya memilih rumah yang saya tempati sekarang, yaitu milik PT Timah milik BUMN. Tidak ada kaitannya dengan masalah pekerjaan di Bakamla," ungkap Ari.
Arie mengaku dua kali datang ke rumah Fahmi Darmawahsyah. "Saya datang dua kali, pertama tadi kita lihat mungkin rumahnya terlalu mewah atau mampu tidak DIPA saya untuk menyewa," kata Ari.
Kedatangan kedua adalah ketika mulai ada isu mengenai "dana komando", yaitu bahwa anak buah Ari menerima uang dari perusahaan pemenang proyek di Bakamla. Kedatangannya itu terjadi pada November 2016.
Simak pula: Sidang Suap Satelit, Kepala Bakamla: Tak Ada Perintah Terima Duit
"Lalu setelah saya dengar rangkaiannya (dana komando), saya ke rumah beliau apakah benar beberapa staf saya sudah terima uang? Tolong jangan dijanjikan atau diapakan staf saya segala macam tentang uang atau komitmen karena saya ingin barang itu yang terbaik dan administrasi lengkap," ujar Ari mengulangi perkataannya kepada Fahmi dalam pertemuan itu.
Namun Ari mengakui pernah membicarakan soal anggaran drone dan sejumlah pengadaan barang lain di Bakamla yang masih mendapat tanda bintang oleh Kementerian Keuangan sehingga pendanaannya tidak dapat cair.
Jaksa pun membuka bukti pesan dari Fahmi ke Ari lewat Whatsapp mengenai hal itu yang berbunyi "Ass jenderal, atas arahan pres saya sudah koordinasi dengan menkeu, DJA (Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu), ketua banggar dan Bappenas ternyata surat bappenass no 7622 tidak pernah disampaikan ke DJA oleh Dwi Puji Atuti, sudah dimarahi dan ditegur keras kami semua jadi Insya Allah hari Selasa surat dikirim lagi setelah itu dicabut".
Lihat juga: Suap Bakamla, KPK Dalami Peran Politikus Golkar di Penganggaran
Jaksa Kiki Ahmad Yani menanyakan apakah pesan ini terkait masalah cabut bintang drone. "Setelah DJA menjawab surat saya untuk merapatkan ulang karena tidak ada di rencana kerja kemudian saya tidak tahu maksud kata-kata itu masih diupayakan, masih keluar tapi saya tidak tahu jawaban itu, tapi terserah," jawab Ari.
Ari Soedewo baru kali ini menghadiri sidang sebagai saksi karena pada panggilan pertama ia bertugas ke Manado dan panggilan kedua Ari pergi ke Australia. Ari baru menghadiri panggilan setelah pimpinan KPK menyurati Panglima TNI untuk memerintahkan Ari hadir dalam persidangan.
Dalam dakwaan, Ari disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek satelit monitoring di Bakamla. Permintaan itu disampaikan pada sekitar Oktober 2016 di ruangan Ari yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.
Baca pula: Sidang Suap Bakamla, Terdakwa Sebut 2 Kali Ari Soedewo Menemuinya
Empat pejabat Bakamla yang diduga disuap oleh Fahmi Darmawansyah adalah mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi (juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran) sebesar 100 ribu dolar Singapura, US$ 88.500, dan 10 ribu euro; Direktur Data dan Informasi Bakamla (juga Pejabat Pembuat Komitmen) Laksamana Pertema Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura, dan Kepala Subbagian Tata Usaha Sekretris Utama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta.
ANTARA