TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Miryam S. Haryani yang diduga terlibat dalam kasus e-KTP atau kartu tanda penduduk elektronik, mengaku pernah ditekan oleh anggota DPR lain sebelum menjani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Partai Hanura, Nurdin Tampubolon mengatakan fraksinya menyerahkan persoalan Miryam kepada proses hukum.
“Fraksi hanura menyerahkan seluruhnya ke proses hukum. Biarlah institusi hukum, dalam hal ini KPK atau pengadilan yang menyelesaikannya,” kata Nurdin saat dihubungi di Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.
Fraksi Partai Hanura, kata dia menjamin, tidak akan mengintervensi proses hukum kasus e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun tersebut. Fraksinya, kata dia, belum berencana memanggil Miryam untuk dimintai klarifikasi soal keterlibatannya dalam kasus tersebut. “Tapi kami minta proses hukum itu diikuti,” ujar Nurdin.
Kepada penyidik KPK, Miryam pernah menyampaikan dirinya mendapat tekanan dari koleganya di DPR. KPK mengklaim memiliki bukti bahwa politikus Partai Hanura itu mengeluh ditekan dan diancam koleganya di dewan agar berkelit dari pertanyaan penyidik.
KPK pun meminta Direktorat Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencegah Miryam ke luar negeri. Anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 itu dicegah ke luar negeri sejak 24 Maret 2017 hingga 60 hari ke depan untuk kebutuhan penyidik.
Untuk langkah ke depan, Nurdin menyampaikan, fraksinya masih akan melihat proses hukum yang sedang berlangsung. Nantinya, kata dia, hal itu akan menjadi dasar bagi fraksinya untuk mempertimbangkan apakah akan memberi pendampingan hukum ke Miryam. "Nanti
Nurdin menambahkan masih akan melihat proses hukum yang sedang berlangsung untuk menentukan apakah akan memberi pendampingan hukum ke Miryam. “Nanti akan kami rapatkan. Kami lihat proses hukum,” kata dia.