Sidang E-KTP Hadirkan 7 Saksi, Antara Lain Tiga Politikus DPR
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Kamis, 23 Maret 2017 10:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, 23 Maret 2017. Pada sidang hari ini, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan tujuh saksi.
Di antara tujuh saksi itu, tiga di antaranya politikus. Mereka adalah anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat 2009-2014 dari Partai Hati Nurani Rakyat, Miryam S. Haryani; Wakil Ketua Komisi II DPR dari Partai Demokrat, Taufiq Efendi; dan Wakil Ketua Komisi II dari Partai Amanat Nasional, Teguh Juwarno.
Empat saksi lain berasal dari Kementerian Dalam Negeri, yakni Kepala Bagian Perencanaan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Wisnu Wibowo; mantan Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Rasyid Saleh; pensiunan PNS Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dian Hasanah; serta anggota staf Bagian Perencanaan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Suparmanto.
Rasyid sebelumnya dijadwalkan memberi kesaksian pada sidang pekan lalu atau Kamis, 16 Maret 2017. Namun, karena terlambat, majelis memutuskan kesaksiannya ditunda hingga hari ini.
Selain menghadirkan Rasyid, pada sidang pekan lalu, jaksa menghadirkan tujuh saksi, termasuk mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo. Tapi, karena sedang ada di luar negeri, Agus meminta dijadwalkan ulang.
Dalam seluruh rangkaian sidang korupsi dengan terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto ini, jaksa berencana menghadirkan 133 saksi. Ratusan saksi itu sudah menyusut dari jumlah saksi yang diperiksa penyidik KPK, yaitu 294 orang.
Irman dan Sugiharto didakwa menyelewengkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, sehingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun dengan proyek e-KTP. Pada proyek senilai Rp 5,9 triliun itu, 49 persen nilai proyek diduga digunakan bancakan oleh anggota Dewan, pejabat Kementerian, dan pihak swasta.
Pada surat dakwaan, Miryam disebut sebagai salah satu yang menerima aliran duit korupsi itu. Ia juga diduga berperan membagi-bagikan duit kepada anggota Dewan lain.
MAYA AYU PUSPITASARI