3 Alasan Pengadilan Larang Media Siarkan Sidang Live E-KTP
Editor
Kodrat setiawan
Jumat, 10 Maret 2017 11:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan surat keputusan pelarangan penyiaran sidang secara langsung. Larangan ini menuai banyak kecaman dari berbagai kalangan.
Juru bicara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Yohanes Priana, menjelaskan tiga pertimbangan hakim menetapkan larangan ini. Pertama, majelis ingin mengembalikan marwah pengadilan. "Kami ingin kembalikan marwah pengadilan, fungsi-fungsi pengadilan ini," kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 10 Maret 2017.
Baca juga: Larang Sidang E-KTP Disiarkan Live, Pengadilan Siap Digugat
Fungsi pengadilan yang dimaksud adalah memastikan sebuah peristiwa kejahatan benar-benar terjadi. Yohanes khawatir siaran langsung bisa membuat asumsi publik berkembang sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Kedua, pengadilan tidak ingin menghancurkan konten persidangan. Diumbarnya konten sidang, selain mengkontaminasi publik, dikhawatirkan berpotensi membuat aktor-aktor yang terlibat merekayasa keterangan. Misal, ada seorang saksi yang setelah melihat sidang, tiba-tiba mengubah kesaksian karena terpengaruh oleh saksi lain.
"Pihak-pihak yang berperkara ini kan mengajukan saksi dan data. Jangan sampai ini terkontaminasi. Ini yang dijaga hakim," ujar Yohanes.
Pertimbangan ketiga, Yohanes mengatakan peradilan adalah ranah personal. Tanpa diberitakan kepada publik, sebetulnya orang yang diajukan ke pengadilan sudah pasti menjadi beban keluarga, kerabat, dan almamater.
Baca juga: Larang Siaran Langsung E-KTP, Wina: Peluang Peradilan Tidak Jujur
Yohanes mengibaratkan jika seorang ayah ingin melerai anak-anaknya yang sedang berkelahi, pasti akan dibawa masuk ke rumah. "Masa diajak ke lapangan biar jadi tontonan orang?" ujar dia.
Yohanes mengatakan meski tak disiarkan secara langsung, toh pengadilan tidak melarang media untuk meliput. Artinya, masyarakat yang tak bisa hadir masih bisa memantau melalui media. "Merekam boleh, tapi seperlunya," katanya.
Larangan siaran langsung sidang merupakan evaluasi dari perkara Jessica Wongso yang ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun lalu. Selama persidangan berlangsung, sejumlah media televisi menyiarkan secara langsung.
Menurut Yohanes, siaran langsung itu membuat kalangan internal hakim menjadi risih. Hingga akhirnya dikeluarkan Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melarang media menyiarkan secara langsung. "Mau perkara apa pun sudah tidak boleh live. Merekam boleh, tapi seperlunya," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI