Ketua DPR Setya Novanto saat berkunjung ke kantor Tempo Media Grup, Jakarta, 8 Maret 2017. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono meminta tidak ada yang memanfaatkan perkara korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP untuk mendorong digelar musyawarah nasional luar biasa (Munaslub). Bila Munaslub itu terjadi dikhawatirkan menimbulkan guncangan politik di tubuh Golkar.
Meski banyak anggota Golkar dan Ketua Umum Golkar Setya Novanto diduga terlibat korupsi e-KTP, Agung meminta untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah. "Ini kan belum (divonis bersalah), apalagi Ketua Umum berulang kali bilang bahwa ia tidak menerima apa pun," kata Agung di Redtop Hotel, Pecenongan, Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.
Dalam surat dakwaan jaksa, Setya disebut turut mengatur agar Komisi II menyetujui anggaran untuk proyek e-KTP. Ia juga disebut menerima uang 11 persen dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun atau Rp 547 miliar. Setya bersumpah, membantah tudingan itu. "Demi Allah, demi Tuhan tidak," katanya sambil mengangkat dua jari tangannya.
Agung mengaku telah bicara secara terbuka dengan Setya. Menurut dia, Setya membantah menerima aliran duit proyek e-KTP. "Saya percaya keterangan beliau. Kita tunggu saja," ujarnya.
Ia berharap tidak ada yang memanfaatkan momentum ini untuk menggelar munaslub dan mengganti ketua umum Golkar. Pasalnya, Setya menyerahkan persoalan ini pada proses hukum. "Jangan dibarengi dengan hidden agenda," tuturnya.
Menurut Agung, situasi di tubuh Golkar saat ini baik. Buktinya, dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017, partainya yang paling banyak menang di berbagai daerah. Ia khawatir elektabilitas partainya jatuh bila ada agenda terselubung di balik kasus e-KTP ini. "Waktu saya dengan Ical (Aburizal Bakrie) terjadi konflik, itu drop sekali," katanya.