Kasus E-KTP: Tak Mau Setor Fee, Jatah Pengusaha Ini Susut Separuh
Editor
Rina Widisatuti
Selasa, 7 Maret 2017 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan bahwa ada beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan perusahaan swasta yang sudah mengembalikan uang terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP atau kartu tanda penduduk elektronik.
"Ada (anggota DPR), saya tidak perlu menyebut namanya secara detail, lalu termasuk beberapa perusahaan juga mengembalikan," kata Agus di gedung KPK, Jakarta, seperti dikutip Antara, Senin, 9 Februari 2017.
Baca: Di Balik Kasus E-KTP, Ada Andi yang Diduga Atur Pemenang Lelang
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sebanyak 14 saksi mengembalikan dana hasil korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012. Total uang yang dikembalikan oleh 14 saksi itu mencapai Rp 30 miliar. Selain perorangan, KPK juga menerima pengembalian uang dari 5 perusahaan dan satu konsorsium sebesar Rp 220 miliar.
Laporan Utama Majalah Tempo edisi Senin, 15 April 2013 menyinggung nasib salah satu anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangi tender proyek e-KTP, PT Sandipala Arthaputra. Selain Sandipala, anggota konsorsium yang dipimpin Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) ini adalah PT Quadra Solutions, PT Len Industri, dan PT Sucofindo.
Dalam artikel berjudul Sidik Jari Tebal Sang Bendahara di edisi tersebut, disebutkan bahwa PT Sandipala dikucilkan dari konsorsium lantaran 'tidak kooperatif'. Terungkap ada pertemuan antara bos PT Sandipala Paulus Tannos dengan Setya Novanto yang ketika itu menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR. Pertemuan berlangsung di kediaman Setya di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Jakarta.
Baca: Di Balik Kasus E-KTP: Siapa Andi Agustinus, Sang Pengatur Tender
Menurut sumber Tempo, pertemuan itu dihadiri juga oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong, orang dekat Setya. Pertemuan tersebut berlangsung singkat. Hanya setengah jam. Sang tuan rumah meminta sesuatu yang tak bisa dipenuhi Paulus: fee proyek kartu tanda penduduk elektronik sebesar lima persen dari nilai kontrak.
Saat Tempo menemuinya di Singapura pada akhir tahun 2012 silam, Paulus tak membantah ataupun membenarkan pertemuan tersebut. Dikontak kembali pada September 2013, ia kembali tak menyangkal. "Akan saya bongkar semuanya." Sementara itu, Setya membantah pernah meminta fee proyek kepada Paulus. "Soal persentase, saya tak mau ikut campur. Itu urusan pengusaha," ujarnya pada April 2013.
Pertemuan tersebut cuma satu di antara tujuh. Tiga pertemuan lain kembali dilakukan di rumah Setya. Dua pertemuan terjadi di kantor salah satu perusahaan Setya, di lantai 20 gedung Equity Tower, Jakarta. Sekali mereka juga bersua di ruangan Setya di lantai 12 Gedung Nusantara I Dewan Perwakilan Rakyat. Pertemuan dilakukan pada September-Desember 2011.
Baca: Kasus E-KTP, KPK: Bersabarlah Soal Nama-nama yang Terseret
Setiap kali berjumpa, Setya hampir selalu didampingi Andi Agustinus. Yang tak berubah dalam setiap pertemuan, Setya selalu menagih "biaya komitmen" proyek. Dari lima persen, menurut informasi yang diperoleh Tempo, jumlah fee yang diminta malah membengkak jadi sepuluh persen.
Sebagaimana pertemuan awal, pada kesempatan berikutnya pun Paulus enggan menyetor fulus. Sampai akhirnya, kata sumber yang sama, dalam suatu pertemuan Andi Agustinus menyela, "Dimakan saja dari subkontrak PNRI." Maksudnya, fee akan diambil dari nilai subkontrak cetak KTP dari PNRI ke perusahaan lain.
Tak lama berselang, pada 19 Desember 2011, Kementerian Dalam Negeri menggelar pertemuan dengan semua anggota konsorsium, kecuali Sandipala. Dari konsorsium, ada Isnu Edhi Wijaya (PNRI), Anang Sudihardjo (PT Quadra Solutions), Wahyuddin (PT Len Industri), dan Arief Safari (PT Sucofindo). Paulus tak diundang.
Kementerian diwakili antara lain oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Diah Anggraeni dan pejabat pembuat komitmen, Sugiharto. Pertemuan berlangsung di ruangan Diah dan menghasilkan kesepakatan sepihak. Porsi pekerjaan Sandipala diturunkan jadi 60 juta kartu (35 persen pekerjaan), sedangkan porsi PNRI bertambah jadi 112 juta keping.
Pengurangan kuota pekerjaan berarti pengurangan nilai kontrak. Pada kontrak 26 Juli 2011, Sandipala kebagian mencetak 103,4 juta kartu (60 persen pekerjaan), semestinya kebagian Rp 1,63 triliun. Setelah porsi pekerjaan berkurang menjadi 35 persen, Sandipala hanya menerima Rp 950 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI | MAJALAH TEMPO
Video Terkait:
Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidangkan
Terkait Kasus E-KTP, Anggota DPR Ade Komarudin Diperiksa KPK
Anas Urbaningrum Diperiksa KPK Terkait Proyek E-KTP