Media mengambil gambar Helikopter Agusta Westland (AW) 101 di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 9 Februari 2017. Helikopter AW-101 merupakan helikopter angkut medium yang dapat mengangkut 26 pasukan dengan muatan 4.000 -5.000 kg. ANTARA/POOL
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat berharap masalah koordinasi Kementerian Pertahanan dan TNI mengenai pembelian helikopter AW 101 segera diselesaikan. Untuk itu komisi akan mengidentifikasi masalah itu. "Ini sangat berbahaya kalau Kemenhan tidak inline dengan Panglima TNI," kata anggota Komisi Pertahanan Bobby Adhitya Rizaldi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 9 Februari 2017.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan Komisi Pertahanan bakal mengidentifikasi terputusnya saluran informasi antara kedua lembaga itu dengan mengundang keduanya bertemu Dewan. "Sebenarnya ini satu hal yang rasanya dengan semangat kekeluargaan bisa diselesaikan."
Polemik Kementerian Pertahanan dan TNI mengemuka ketika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengeluh dalam rapat dengan Komisi Pertahanan DPR. Panglima mengeluhkan kewenangannya dalam mengawasi perencanaan dan penggunaan anggaran di TNI terbatas.
Gatot mengatakan penyebab keterbatasan itu akibat Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 yang menempatkan panglima TNI sejajar dengan kepala unit organisasi (setingkat Kepala Staf TNI) dalam hal penganggaran. Ia mencontohkan kasus pembelian helikopter Agusta Westland AW 101 yang terjadi di luar sepengetahuannya.
Komisi, kata Bobby, mengawasi pengadaan Alat Utama Sistem Pertahanan melalui Panitia Kerja Alutsista. Pengawasan dilakukan juga dengan anggaran dan kebutuhan alat pertahanan pemerintah. "Prinsipnya kami ingin tahu kebutuhan pemerintah atau TNI, apa dan bagaimana pelaksanaannya."