Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat bersama Wakil Ketua MK Anwar Usman (kiri), memberikan keterangan kepada awak media terkait pemberhentian hakim konstitusi Patrialis Akbar di Jakarta, 27 Januari 2017. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat berharap agar Presiden Joko Widodo segera memilih pengganti hakim konstitusi Patrialis Akbar. "Saya menyampaikan ke Presiden agar berkenan menyeleksi sebaik-baiknya tapi juga secepat-cepatnya," kata Arief di kawasan Istana Presiden Jakarta, Selasa, 7 Februari 2017.
Arief hari ini mengantarkan surat rekomendasi pemberhentian sementara Patrialis Akbar kepada Presiden Joko Widodo. Surat itu sesuai dengan rekomendasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menilai Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman hakim konstitusi. "Kami berharap segera supaya kita menjadi full team lagi," kata Arief.
Kebutuhan itu khususnya agar MK siap menghadapi gugatan pilkada serentak pada Maret 2017. Meski demikian, Arief mengaku tidak khawatir kalau MK akan kebanjiran gugatan pilkada pasca-pesta demokrasi serentak tersebut.
"Tidak khawatir, kemarin dari 269 pilkada (serentak 2015) yang masuk MK 151, yang betul-betul memenuhi persyaratan hanya sembilan gugatan," ucap Arief mengungkapkan.
Hal itu terjadi karena MK sudah membuat batasan gugatan yang bisa diproses MK adalah perselisihan suara yang signifikan.
"Kita menegaskan kewenangan yang diberikan UU, ada batasan yang bisa jadi perkara MK adalah perselisihan hasil pemungutan suara, dan yang bisa masuk lagi sesuai Pasal 158 mengatakan ada selisih yang signifikan, kalau satu 500 ribu satu 2 juta suara sudah tidak mungkin masuk ke MK karena selisih signifikan untuk provinsi yang penduduknya banyak itu 1,5-2 persen, jadi kalau perkara di luar itu tidak bisa masuk ke MK," kata Arief menjelaskan.
Patrialis Akbar ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing US$ 20 ribu dan Sin$ 200 ribu (sekitar Rp 2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar memenangkan permohonan uji materil Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ia diamankan dalam operasi tangkap tangan KPK pada 25 Januari 2017 bersama seorang perempuan di Grand Indonesia. Petugas KPK sebelumnya sudah mengamankan seorang perantara suap bernama Kamaluddin dan juga Basuki di tempat berbeda.