TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Trimedya Panjaitan mengkritik penyelesaian pelanggaran hak asasi masa lalu melalui rekonsiliasi oleh pemerintah. Menurut dia, penyelesaian secara hukum kasus HAM juga harus dilakukan.
"Bukan rekonsiliasinya, tapi yang penting kasus-kasus ini diselesaikan dulu. Itu mau yang mana dulu kita ambil," kata Trimedya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan pemerintah memutuskan untuk menyelesaikan kasus tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) 1998 secara nonyudisial. Alasannya, pencarian fakta, bukti, dan saksi sulit dilakukan.
Menurut Trimedya, penyelesaian secara hukum penting untuk menunjukkan pemerintah serius dalam penyelesaian HAM masa lalu. Ia pun berharap HAM masuk dalam paket kebijakan reformasi hukum.
"Paling tidak rakyat melihat ada keseriusan pemerintah pada tahun ketiga ini untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM," ujarnya.
Kontras melaporkan Wiranto dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terkait dengan hasil rapat keduanya pada 30 Januari 2017. Dalam rapat tersebut, keduanya menghasilkan rekonsiliasi sebagai langkah penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Koordinator Kontras Haris Azhar menegaskan, sesuai perundang-undangan, kementerian yang dipimpin Wiranto saat ini bertugas sebagai koordinator. Ia menilai Wiranto tidak mempunyai kewenangan merumuskan kebijakan. Sebab, penyelesaian kasus HAM berat sudah diatur dalam peraturan lain.