Pemimpin Redaksi Tempo English, Hermien Y. Kleden (kiri), Romo Greg Soetomo (dua kiri), Alissa Wahid (tiga kiri), Yustinus Prastowo (kanan), Muhamad Wahyuni Nafis (tiga kanan) saat acara bedah buku The Righteous Mind di Gedung Tempo, Jakarta, 26 Januari 2017. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO,Jakarta – Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengatakan intoleransi saat ini sangat kentara dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. “Intoleransi ada di depan mata kita,” kata Alissa dalam diskusi “Bangsa yang Terbelah: Refleksi Menguatnya Intoleransi” di gedung Tempo, Palmerah, Jakarta, Kamis, 26 Januari 2017.
Alissa menuturkan, seseorang yang sudah diikat dengan semangat segolongan, orang tersebut akan buta terhadap pandangan orang lain. “Kalau tidak segera direspons, pengelompokan akan semakin tegas dan setelah itu berat. Kenapa? Politik main di sana. Akibatnya, hak-hak konstitusional terlanggar,” ujarnya.
Menurut Alissa, dalam polling yang digelar oleh lembaganya terkait dengan gerakan ekstremisme di media-media sosial, narasi yang paling sering diungkapkan oleh masyarakat adalah saat ini Islam tengah ditindas dan dihancurkan. “Narasi kedua yang muncul, ‘Yang benar hanya Islam yang murni’,” tuturnya.
Putri Presiden RI Keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu berujar, hal tersebut dapat diubah. Menurut dia, agama dapat menguatkan adanya perbedaan perspektif. “Apakah kita akan membiarkan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama untuk memecah belah? Atau agama dapat menjadi alat pemersatu Indonesia?” katanya.
Bagi generasi muda, Alissa mengingatkan agar mereka bergaul dengan perkumpulan-perkumpulan masyarakat yang sehat. “Berkumpullah dengan orang-orang yang tepat. Carilah titik-titik kesatuan itu. Itu PR-nya, karena sekarang orang lebih banyak bicara mengenai perbedaan daripada titik-titik pertemuan itu,” ucapnya.