Diksar Mapala UII, Korban Meninggal Sebelum sampai Puskesmas
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 26 Januari 2017 15:13 WIB
TEMPO.CO, Karanganyar - Salah satu korban Pendidikan Dasar Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Islam Indonesia (UII), Muhammad (Diksar) disebut meninggal dalam perjalanan ke Puskesmas Tawangmangu. Namun, dokter menduga korban sudah meninggal beberapa jam sebelum sampai di Puskesmas.
Kepala Puskesmas Tawangmangu, Supardi menceritakan bahwa korban tiba di Puskesmas pada sore hari dengan diantar beberapa rekannya. "Saat tiba di puskesmas kondisinya sudah dipastikan meninggal," katanya, Kamis 26 Januari 2016.
Dokter pada saat itu hanya melakukan pemeriksaan bagian luar tubuh. "Ada beberapa lecet di tubuhnya," katanya. Usai diperiksa sekitar 30 menit, jenazah lantas dibawa ke RSUD Karanganyar untuk diotopsi. "Ada bagian tubuh yang sudah mulai kaku," kata Supardi
Baca juga:
Patrialis Akbar Kena OTT KPK, Wapres Jusuf Kalla Prihatin
India Larang Penggunaan Plastik di Seluruh Kota New Delhi
Padahal, lokasi penyelenggaraan acara tidak begitu jauh dari lokasi Puskesmas. "Perjalanan paling hanya butuh waktu kurang dari dua jam," katanya. Menurutnya, ada kemungkinan korban telah meninggal saat berada di lokasi diksar.
Sebanyak tiga mahasiswa UII meninggal dalam kekerasan yang diduga dilakukan senior di Mapala UII. Selain Syaits Asyam, korban meninggal Ilham Nurpadmy Listia Adi dan Muhammad Fadhli. Masing-masing mahasiswa itu mengambil jurusan Teknik Industri, Fakultas Hukum dan jurusan Teknik Elektro.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyatakan kekerasan pada lembaga pendidikan harus diproses secara hukum. "Pendidikan yang diperuntukkan bagi para siswa itu hendaknya memiliki dan mengandung rasa kemanusiaan," kata Semendawai melalui keterangan tertulis di Jakarta Rabu 24 Januari 2017.
Baca juga:
Teka Teki Kematian 3 Mahasiswa UII:Disebut Diare, Faktanya..
Begini Indikasi Kekerasan dan Penganiayaan 3 Mahasiswa UII
Abdul Haris berharap penegak hukum menangani dugaan kasus kekerasan terhadap pelajar pada lingkungan pendidikan yang menimbulkan korban meninggal dunia. "Kasus itu tidak hanya diselesaikan secara kekeluargaan saja melainkan dibutuhkan penegakan hukum sehingga ke depan tidak lagi terjadi," tutur Semendawai.
Abdul Haris juga menekankan pihak lembaga pendidikan bertanggung jawab dan meningkatkan kepedulian terhadap dugaan kekerasan yang terjadi di lingkungannya. "Berapa banyak dari pelaku kekerasan yang dimintai pertanggungjawaban apalagi sampai dihukum," kata Semendawai.
Ketua LPSK itu mengimbau pengelola lembaga pendidikan termasuk siswa harus lebih peduli dan berani melaporkan kepada penegak hukum ketika menemukan aksi kekerasan. Bahkan LPSK siap memberikan perlindungan ketika saksi maupun korban yang mengetahui kejadian menerima ancaman.
AHMAD RAFIQ