Bus Trans Semarang jurusan Semarang Ungaran terbalik setelah menabrak mobil dan empat sepeda motor di Semarang. TEMPO/Budi Purwanto
TEMPO.CO, Semarang -Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang menemukan fakta baru pengelolaan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang telah menyewakan bus bantuan pemerintah pusat. Temuan itu hasil pengembangan bus bantuan hibah dari Kementerian Perhubungan itu keberadaan bus yang sebelumnya mangkrak dan suku cadang berupa roda cadangan dicuri.
“Ternyata ada yang disewakan. Jumlahnya 8 armada,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang, Supriyadi, Ahad, 8 Januari 2017.
Supriyadi menyebutkan sebagian bus bantuan disewakan untuk digunakan operaisonal BRT Koridor III dan IV yang masih kekurangan armada. Penyewaan armada yang belum punya izin operasional itu dilakukan sejak 2,5 bulan lalu. “Rinciannya 4 armada digunakan untuk Koridor III dan 4 armada untuk Koridor IV,”kata Spriyadi menjelaskan.
Supriyadimenyebutkan nilai sewa bus hibah yang tidak jelas pertanggungjawabannya itu mencapai Rp 200 juta. Menurut Supiryadi, menyewakan bus bantuan tidak boleh karena bukan peruntukan, apa lagi penyewaan bus bantuan tanpa melalui prosedur.
Ia menilai penyewaan bus bantuan negara yang tidak sesuai penggunaanya merupakan penyalahgunaan aset dan merugikan negara. “Itu masuk kategori korupsi,” katanya.
Tercatat ada 25 angkutan bus ukuran besar bantuan pemerintah pusat yang hendak digunakan untuk layanan Bus Rapid Transit (BRT) dibiarkan tak beroperasi. Bus yang dikirim sejak tahun 2015 itu dibiarkan di tempat terbuka dan sejumlah suku cadang seperti ban serep dicuri orang.
Pejabat Pelaksana Tugas Kepala Badan Layanan umum BRT Trans Semarang, Agung Nurul Falaq engan dimintai komentar terkait dengan temuan itu. Saat dihubungi ia langsung menyatakan tak mau komentar. “Maaf saya tak bisa komentar terkait itu,” kata Agung.
Sebelumnya pakar transportasi dan angkutan jalan raya Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno menilai Pemerintah Kota Semarang dinilai tak serius kelola angkutan publik.
"Ini ironis, saat BRT masih perlu armada baru malah bantuan bus dibiarkan," kata Djoko menambahkan.
Menurut dia, mangkraknya angkutan bus bantuan sebnyak 25 unit itu sangat sia-sia di tengah layanan BRT sejumlah koridor di Kota Semarang yang armadanya hanya 60 unit, bahkan dari 4 koridor yang telah dioperasionalkan oleh Pemkot Semarang tak semua armada bus mampu beroperasi secara maksimal.
"Setiap koridor yang beroperasi kadang hanya tiga unit, bahkan sering telat," kata Djoko menjelaskan.