Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi (tengah) digiring petugas keluar gedung KPK, Jakarta, 15 Desember 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menetapkan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo sebagai tersangka. Dia diduga terlibat dalam kasus suap proyek satelit di Bakamla. Hal itu terungkap setelah Puspom TNI berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Hasil koordinasi secara terus menerus kepada KPK dan unsur lingkungan terkait di KPK, kami melaksanakan proses penyelidikan yang dalam dan teliti, dan kami sudah periksa beberapa saksi," kata Komandan Puspom TNI Mayjen TNI Dodik Wijanarko dalam konferensi pers di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 30 Desember 2016.
Kasus suap Bakamla berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016.
Dalam pengembangan, Laksamana Pertama (Laksma) Bambang sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan surveillance system di Bakamla diduga ikut menerima suap. Puspom TNI juga telah menggeledah kediaman Laksma Bambang.
"Dengan melihat keterangan saksi dan alat bukti yang sudah kami dapatkan, penyidik polisi militer TNI sudah melakukan kajian dari hasil penyelidikan, maka penyelidikan akan kami tingkatkan menjadi penyidikan," kata Dodik.
Puspom TNI akan segera memanggil Laksma Bambang dalam penyidikan kasus yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2016. Menurut Dodik, Laksma Bambang akan dikenakan pasal terkait tindak pidana korupsi.
"Kami akan panggil Laksma BU sebagai tersangka," ujar jenderal bintang dua tersebut saat didampingi Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto.
Dalam kasus suap Bakamla, KPK telah menetapkan empat tersangka, yaitu Eko Susilo Hadi yang diduga sebagai pihak penerima suap. Selain itu, tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah serta dua pegawai PT MTI yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, yang diduga memberikan suap.
Dalam proyek bernilai Rp 220 miliar, Eko menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran. Suap diberikan dengan maksud agar PT MTI menjadi pemenang tender proyek yang melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) tersebut.
Sebagai PPK, Laksma Bambang yang melakukan penandatangan perjanjian pengadaan alat pemantau (monitoring) satelit Bakamla itu.