Macan Ciamis Dibawa ke Taman Safari, Warga Bantah Menyandera
Editor
Yudono Yanuar Akhmadi
Senin, 10 Oktober 2016 00:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seekor macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang ditangkap warga Desa Cikupa, Ciamis, Jawa Barat, dievakuasi petugas ke Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor. Warga membantah menyandera binatang dilindungi ini untuk mendapatkan uang tebusan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat Sylviana Ratina mengatakan, tempat evakuasi itu dipilih karena dinilai mumpuni sebagai tempat rehabilitasi macan tutul. "Laporan petugas, sampai di tempat evakuasi Minggu dinihari pukul 02.00," katanya kepada Tempo, Ahad, 9 Oktober 2016. Warga Minta Tebusan?
Macan tutul itu ditangkap warga Rabu malam, 5 Oktober 2016, di kaki Gunung Sawal dekat Desa Cikupa. Menurut Sylviana, macan tutul berkelamin jantan dengan usia antara 3-4 tahun. Sebelum dievakuasi, macan diperiksa dokter hewan. "Kondisinya tidak ada luka tapi mengalami dehidrasi," ujarnya.
BACA JUGA: Penyebar Video Ahok Diteror, Buni Yani Tak Gentar
Jessica Ulang Tahun di Pondok Bambu, Begini Perayaannya
Tentara Desersi Ditangkap, Kotak Amal Masjid di Rumahnya
Rencananya, macan itu akan dilepas liarkan kembali ke alam. Namun lokasinya belum ditentukan. BBKSDA Jabar perlu melakukan kajian habitat serta alasan macan turun ke perkampungan.
Sebelum dikembalikan ke Gunung Sawal misalnya, perlu dipastikan apakah populasi macan di habitatnya itu sudah berlebih atau masih cukup. "Lima tahun ini setiap tahun selalu ada (macan) yang turun," katanya. Calon lokasi lain untuk pelepasliaran yaitu di Gunung Ciremai, dan itu juga perlu kajian lapangan.
Salah seorang warga Desa Cikupa yang ikut dalam penangkapan macan tersebut, Asna Maulana Sidik mengatakan, mereka menangkap macan bukan untuk dibunuh atau dilukai. Mereka memasang kandang perangkap karena kemunculan macan tutul membuat warga takut. "Tidak ada warga yang diserang macan, hanya beberapa hewan ternak ayam, marmut, kelinci, ada yang dimakan," katanya.
Selanjutnya: Warga Bantah Menyandera Macan
<!--more-->
Warga Cikupa membantah menyekap satwa dilindungi itu demi tebusan sejumlah uang. “Ada kesalahpahaman. Kami menahan (macan) untuk menunggu kesanggupan dan perhatian petugas BKSDA terhadap kerugian warga,” kata Asna Maulana Sidik, 42 tahun.
Menurut Asna, sudah empat bulan ada jejak kemunculan macan tutul di perkampungan warga yang berada di kaki Gunung Sawal tersebut. Selain tapak kaki, warga menemukan sisa bangkai hewan peliharaan seperti ayam, marmut, atau kelinci. Sekitar 20 warga mengaku kehilangan hewan peliharaannya tersebut. “Semula warga menduga sosok itu adalah anjing liar,” katanya.
Beberapa warga mengatakan, kemunculan sosok hewan itu pada malam hari di pekarangan atau sekitar rumah warga. Namun, kata Asna, perburuan hewan peliharaan itu tidak berlangsung setiap hari. Warga melaporkan serangkaian kejadian itu ke Kepala Desa yang biasanya meneruskan ke petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam setempat. “Sebelumnya pihak yang berwenang kurang sigap atas laporan warga dan antisipasinya lambat,” ujarnya.
Asna dan beberapa warga kampungnya telah tiga kali menangkap macan yang turun gunung itu. Sebelumnya pada 2009 dan 2015. Karena itu, mereka kemudian bertindak sendiri untuk meredakan kegeraman warga yang cemas akan kemunculan macan tutul di perkampungan. “Tahun lalu ketika musim kemarau yang dimangsa ternak seperti kambing juga anjing, mungkin karena kurang makanan di sana atau apa kami tidak tahu,” ujarnya.
Masyarakat yang datang menonton macan itu ada yang memberikan sumbangan. Uang itu, kata Asna, untuk membeli makanan macan. Warga ada yang memberi ayam. “Juga beli daging kambing atau sapi di pasar supaya tidak bosan,” kata dia.
Selain itu, warga juga minta uang ganti rugi atas hewan peliharaan mereka yang dimangsa namun ada yang menyebut sebagai minta uang tebusan. “Macannya disandera, warga minta tebusan,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Barat Sylvana Ratina, Jumat, 7 Oktober 2016.
Menurut Asna, warga berharap pemerintah daerah dan petugas yang berwenang lebih mengutamakan keamanan dan kenyamanan hidup warga ketika macan tutul turun gunung. Sebagian warga marah karena mereka dinilai bersalah ketika menangkap macan tutul. “Kalau dilindungi, kenapa satwanya bisa masuk ke area warga,” katanya.
ANWAR SISWADI