TEMPO Interaktif, Solo:Masyarakat yang melaporkan kejahatan luar biasa, seperti kasus korupsi atau pelanggaran HAM akan bebas dari segala tuntutan, sekalipun yang bersangkutan tidak bersedia diperiksa menjadi saksi. Namun, negara tidak akan memberikan perlindungan kepada pelapor yang tidak mau menjadi saksi, baik di tingkat penyidik, penuntut maupun di persidangan."Itu konsekuensi dari masih dianutnya KUHAP sekarang. Kalau hanya menjadi pelapor, yang bersangkutan tidak mendapat perlindungan, tetapi bila kemudian dia mau diperiksa menjadi saksi baru perlindungan itu diberikan," kata anggota Pansus RUU Perlindungan Saksi, Eva Kusuma Sundari.Politisi PDI Perjuangan itu mengakui bila RUU yang hari ini akan disahkan dalam rapat paripurna DPR tersebut tidak memuaskan berbagai pihak. Namun, menurutnya, bila sudah menjadi undang-undang akan cukup memadai bagi aparat hukum dalam membuat terobosan-terobosan hukum."Karena setiap orang yang bersedia bersaksi, termasuk saksi ahli juga mendapat perlindungan. Tidak hanya secara hukum, tetapi juga jaminan keamanan, ekonomi dan sebagainya yang dituangkan dalam perjanjian," ujarnya.Dia mengatakan perlindungan terhadap saksi bukan lagi berdasarkan kasus sebagaimana yang tertuang dalam draf awal, melainkan tingkat bahaya atas kesaksian yang diberikan. "Juga dalam hal pemidanaan, hakim tidak lagi memiliki ruang yang longgar karena ada batas maksimal dan minimal. Tidak seperti dalam KUHP yang hanya mengatur batas maksimal," kata dia lagi.Imron Rosyid