Sekretaris/Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution mengenakan rompi tahanan dikawal petugas keluar gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik, Jakarta, 21 April 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho terus berkelit dari pertanyaan-pertanyaan majelis hakim saat menjadi saksi dalam sidang suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Majelis hakim mencecar Ervan terkait dengan duit Rp 50 juta yang diberikan oleh terdakwa Doddy Aryanto Supeno kepada panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution. Ervan menjawab bahwa duit itu merupakan sumbangan untuk anak Edy Nasution.
Hakim Yohanes Priyatna bertanya bagaimana Ervan bisa diundang ke pernikahan anak Edy. Ervan mengatakan keduanya sudah kenal sejak 2015 dalam suatu acara pernikahan. "Saya lupa waktu itu pernikahan siapa," kata Ervan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 8 Agustus 2016.
Yohanes kemudian memuji Ervan dan mengatakan bahwa dia adalah direktur yang baik. Sebab, baru kenal, ia langsung memberikan sumbangan dengan jumlah yang tak sedikit. "Kalau gitu, besok saya ngundang Anda juga. Kalau Edy Nasution 50 juta, saya 100 juta. Nanti ditulisi sumbangan, ya?" kata dia. Ervan mengiyakan saja.
Yohanes lanjut bertanya siapa yang menentukan nominal Rp 50 juta. Ervan mengatakan bahwa dialah yang menentukan sendiri. Jumlah itu, kata Ervan, disesuaikan dengan performa perusahaan.
Dalam perkara ini, Doddy didakwa telah menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp 150 juta. Uang suap ini dimaksudkan sebagai pelicin untuk mengurus dua perkara Grup Lippo di Mahkamah Agung.
Duit itu diberikan secara bertahap. Duit Rp 100 juta diberikan untuk mengurus perkara Aanmaning yang menyangkut perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana melawan PT Kymco pada 22 Desember 2015. Belakangan, Edy mencabut keterangan bahwa dia pernah menerima duit Rp 100 juta.
Sedangkan duit Rp 50 juta diberikan pada April 2016. Duit itu diduga untuk mengurus perkara pengajuan kembali perkara niaga PT Across Asia Limited melawan PT First Media.