TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Jimly Asshiddiqie prihatin beberapa anggota peradilan di Indonesia terjerat korupsi. Menurut dia, persoalan tersebut bukan semata karena lemahnya pengawasan. "Ini bukan hanya menyangkut Mahkamah Agung, tapi semuanya," katanya di Pondok Labu, Jakarta Selatan, Kamis, 7 Juli 2016.
Salah satu kasus korupsi di tubuh peradilan Indonesia yaitu ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Andri Tristianto Sutrisna pada Jumat, 11 Februari 2016. Ia ditangkap dalam operasi tangkap tangan.
Andri diduga menerima suap Rp 400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suadi. Suap tersebut diduga untuk menunda salinan putusan kasasi atas Ichsan Suadi sebagai terdakwa. Keduanya ditangkap KPK di tempat berbeda dan kini Andri pun sudah berstatus terdakwa.
Menurut Jimly, yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, persoalan utamanya bukan hanya pada pengawasan. Melainkan sebuah sistem yang terpadu yang perlu dievaluasi kinerjanya. Ia meminta Mahkamah Agung tidak tinggal diam. MA harus menempuh cara yang tepat mengatasi gejala internal yang bisa memicu potensi korupsi.
Jimly menilai pengawasan sudah ada di peradilan. Namun itu tidak berjalan optimal sehingga perilaku korupsi tetap bisa terjadi. Ia pun meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan sikap tegas untuk peradilan Indonesia.
Jimly mengatakan pengawasan di peradilan hanya salah satu fungsi saja. Untuk mencegah korupsi maka semua fungsi harus berjalan sinergi. Ia menyebutkan masalah ada pada sistem terpadu. “Masalahnya itu sistemik, jadi solusinya harus sistemik,” ujarnya.