Terdakwa kasus suap yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 8 Jun 2016. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Damayanti Wisnu Putranto, meminta majelis hakim memindahkannya ke rumah tahanan Jakarta Selatan. Sebab, ia mengatakan kesulitan mendapat oksigen murni di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengaku menderita asma sejak gadis. Saat tinggal di Rutan KPK, ia mengatakan penyakitnya sering kambuh. "Saya tidak bisa mendapat oksigen murni karena di KPK full AC 24 jam," katanya setelah menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu, 8 Juni 2016.
Jaksa penuntut umum KPK, Ronald Ferdinan, mengatakan, sejak awal, pihaknya sudah berulang kali mengizinkan Damayanti berobat. Namun ia tidak bisa berkomentar mengenai permintaan Damayanti pindah ke rumah tahanan Jakarta Selatan. "Kami belum mengetahui adanya rekomendasi dari dokter KPK," ujarnya.
Hakim Sumpeno pun menjawab, terkait dengan rujukan untuk Damayanti bergantung pada rekomendasi dokter KPK. "Kalau soal AC, nanti dikoordinasi dengan KPK, bisa dikecilkan tidak AC-nya," ucapnya.
Hari ini, Damayanti menjalani sidang pertamanya. Wanita 47 tahun itu mengenakan baju terusan hitam yang dilapisi blazer batik berwarna ungu.
Anggota Komisi V itu didakwa menerima duit dengan total Rp 8,1 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Duit itu diberikan agar Damayanti mengusulkan program aspirasi berupa pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dengan nilai proyek Rp 41 miliar.
Sebagai gantinya, Damayanti diberi komisi 8 persen dari besaran nilai proyek dan Rp 1 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat yang digunakan untuk kampanye pemilihan kepala daerah Jawa Tengah. Selain itu, ia menerima Sin$ 404 ribu, yang diberikan kepada koleganya, Budi Supriyanto.