(kiri-kanan) Caketum Partai Golkar Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto dan Priyo Budi Santoso mengangkat nomor urut dalam acara pengambilan nomor urut pemilihan Caketum Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, 7 Mei 2016. Pengambilan nomor urut ini merupakan rangkaian jelang pemilihan Ketua Umum Golkar periode 2016-2019. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu calon Ketua Umum Partai Golongan Karya, Setya Novanto, menanggapi santai tudingan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya. Ia disebut-sebut mengumpulkan para pimpinan DPD tingkat provinsi untuk menggalang dukungan beberapa waktu lalu di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta.
Setya menuturkan semua tuduhan tersebut sebagai bentuk isu negatif yang tak berdasar. "Saya percayakan kepada Tuhan. Sampai hari ini, saya tidak pernah melakukannya," katanya di Nusa Dua Convention Center, Bali, 13 Mei 2016.
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini justru menyindir pihak-pihak yang dianggapnya menyebarkan kampanye dan isu negatif tentangnya. "Semoga mereka diampuni dan dimaafkan," ucapnya.
Panitia penyelenggara Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar menerima beberapa pengaduan pelanggaran etik. Lewat Komite Etik Munaslub Golkar, laporan yang masuk antara lain adanya pertemuan salah satu calon dengan sekitar 20 ketua DPD I dan DPD II Partai Golkar di sebuah hotel di Jakarta. Selain itu, ada tangkap tangan calon lain yang membagikan uang di hotel lain di Jakarta.
Laporan selanjutnya adalah adanya dugaan bagi-bagi uang kepada pengurus DPD II Golkar Jawa Timur di sebuah hotel di Surabaya. Dan laporan terakhir, di Malang, Jawa Timur, salah satu calon bertemu dengan sekretaris DPD II Golkar Jawa Timur.
Anggota Komite Etik, Lawrence Siburian, menuturkan pihaknya belum memutuskan mengenai nasib para calon ketua umum yang dilaporkan. Ia hanya menyebutkan akan ada pertemuan Komite Etik dengan tim sukses calon untuk meminta keterangan.
Bila terbukti melakukan pelanggaran, calon yang bersangkutan harus siap menghadapi tiga sanksi dengan tiga kategori, yakni sanksi ringan berupa peringatan tertulis, sanksi sedang berupa larangan melakukan aktivitas tertentu, dan sanksi berat berupa diskualifikasi. "Tapi belum ada putusan, belum ada persidangan," katanya.