Peristiwa 1965, DPR: Memaafkan, tapi Tidak Melupakan  

Reporter

Rabu, 20 April 2016 20:26 WIB

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Benny Kabur Harman. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, menuturkan pemerintah harus merespons kesimpulan dari hasil Simposium 1965 yang berlangsung di Hotel Aryaduta dua hari lalu. Jalur rekonsiliasi harus ditempuh agar semua pihak saling memaafkan dan memulai komitmen hidup baru. "Tanpa harus melupakan peristiwa ‘65," katanya di gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu, 20 April 2016.

Pasca-rekonsiliasi, tidak perlu lagi diungkit-ungkit peristiwa 1965. Benny menambahkan, saat ini tidak dibutuhkan komisi kepresidenan untuk mengungkap fakta-fakta yang ada atau komisi kebenaran dan rekonsiliasi. "Tanpa diungkapkan, semua orang sudah tahu peristiwa itu. Buat apa ungkit lagi sebuah fakta yang sudah terjadi," ujarnya.

Anggota Dewan dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, menambahkan, kasus ‘65 sudah lama berlalu dan pelakunya banyak yang wafat. Dia setuju adanya rekonsiliasi dan rehabilitasi, tapi tanpa perlu didahului permintaan maaf dari negara. "Poin krusialnya minta maaf," tuturnya.

Arsul menuturkan kasus 1965 tidak boleh dilihat dari satu sisi, yaitu pembantaian, yang dianggap sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia. Peristiwa 1965 tidak berdiri sendiri, melainkan bentuk sebab-akibat. "Lihat tahun sebelumnya saat PKI berkuasa. Mereka melakukan hal serupa. Tahun 1948, peristiwa Madiun," ujarnya.

Bila negara harus meminta maaf, pihak PKI harus melakukan yang sama. "PKI sudah enggak ada, ya jadi mau minta maaf ke siapa juga?" kata Arsul. Negara lebih baik memberi perhatian kepada keluarga korban PKI ketimbang meminta maaf. Arsul menambahkan, harus ada jaminan tidak akan ada kejadian yang sama nantinya.

Hasil rekonsiliasi yang meminta pengungkapan kebenaran, kata Arsul, harus dilakukan secara menyeluruh. Termasuk pemicu terjadinya tragedi 1965, yaitu sikap sewenang-wenang PKI saat masih menjadi partai yang berkuasa.

Sama dengan Arsul, Ruhut Sitompul menolak bila pemerintah harus meminta maaf. Ia meminta masalah 1965 dilihat kasus per kasus. Yang menjadi korban juga berasal dari pejabat negara, yaitu para jenderal. "(Jenderal) D.I. Pandjaitan itu paman saya, dia belum lama dari rumah kami dan mengajak berkunjung ke Jakarta," ujarnya.

AHMAD FAIZ

Berita terkait

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

20 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

1 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

2 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

3 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

3 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

6 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

6 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

7 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya