Kisah Miris Korban 1965, Basuki: Main Tuding, Itu PKI!
Editor
Bobby Chandra
Jumat, 15 April 2016 10:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Basuki, 77 tahun, membakar rokok kretek sambil mengobrol dengan teman-temannya sesama anggota Yayasan Peneliti Korban Pembunuhan (YPKP) 1965-1966. Mereka meriung di lantai 4 kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jumat dinihari, 15 April 2016.
Kepada Tempo, Basuki menceritakan masa-masa kelamnya ketika menjadi tahanan politik selama lima tahun. "Saya menjadi tahanan politik dari November 1965 sampai 1 Januari 1970,” kata Basuki mengenang kejadian ceritanya.
BACA: Diusir dari Cianjur, Korban Tragedi 1965 Terdampar di Jakarta
Basuki, yang dulu berprofesi sebagai guru sekolah dasar, tiba-tiba saja diberhentikan tanpa penjelasan apa pun. Nasib serupa juga dialami rekan-rekan seprofesinya di Kebumen. “Semua dimasukin penjara. Langsung dipecat tanpa proses.”
Basuki mengangkat telunjuk kanannya dan mengarahkan ke beberapa orang di sekitarnya. "Main tuding. ‘Itu PKI’. Urusan benar atau tidak langsung ambil,” ucapnya.
Sesekali Basuki mengernyitkan kedua matanya dan mengisap rokok. Ia mengatakan ada sekitar 300 guru SD dan penjaga sekolah yang dipenjara karena adanya tudingan. Itu pun belum termasuk guru-guru lain yang belum terdaftar.
BACA: Pertemuan Korban 1965 Dibubarkan, Mengungsi ke LBH Jakarta
"Dianggap PKI, padahal belum tentu benar. Yang melakukan kudeta itu juga apakah dari tentara atau PKI, itu yang masih abu-abu,” ujarnya.
Beruntung, Basuki hanya merasakan sesaknya tidur di dalam penjara berkapasitas 10 orang, bersama 40 tahanan lainnya selama dua tahun. Tiga tahun sisa masa tahanannya, Basuki dipekerjakan di Komando Distrik Militer dan melayani Kapten Suwondo.
"Saya membantu administrasi, juga menanak nasi dan sayur untuk para perwira C1,” tuturnya. Basuki berujar, ia sedikit merasakan adanya kebebasan mendapat pekerjaan tersebut. Hanya, sambil menunjuk dadanya, ia mengaku tertekan.
Setiap hari dia berjalan kaki dari rumahnya yang berjarak 12 kilometer dari Kodim karena tak punya kendaraan pribadi maupun ongkos naik angkutan umum. Tak sepeser pun upah dan konsumsi didapatnya. “Karena itu, kalau masak, saya lebihkan. Sebab, sisanya baru dikasihkan ke saya.”
BACA: Pelurusan Sejarah 1965, Ini Kata Menteri Anies Baswedan
Rencananya, YPKP akan menggelar Simposium Nasional di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada 18-19 April 2016, untuk mempertemukan para korban tragedi 1965, seperti Basuki, beserta pemerintah dan lembaga terkait agar meluruskan sejarah dan mendapat kebenaran. Namun, ketika hendak membahas agenda tersebut dalam acara lokakarya di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, massa yang mengaku dari Forum Pesantren Kabupaten Cianjur mendatangi vila yang disewa dan meminta mereka untuk pergi.
"Ini perlu pelurusan. Supaya yang benar, ya, ditetapkan benar, yang salah ditetapkan salah dan melalui proses hukum," tuturnya. "Satu gram emas di tempat kotoran itu tetaplah emas. Jangan menghilangkan kebenaran."
FRISKI RIANA
BERITA MENARIK
Yuni Shara Buka Rahasia Soal Nikah dengan Duda Wanda Hamidah
Perawat Suntik Mati 24 Pasien, Berharap Hidup Lagi
Jejak CIA dalam Tragedi 1965 (3); "Jerman Juga... oleh tempovideochannel