Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menggeledah kantor PT Polytama propindo dan Tuban LPG di Mid Plaza, Jakarta, 18 Juni 2015. Penyidik menggeledah kantor salah satu pendiri TPPI Honggo Wendratmo tersangka kasus dugaan korupsi penjualan kondensat dari SKK Migas kepada PT TPPI. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri hari ini resmi menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara yang melibatkan BP Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), Raden Priyono dan Djoko Harsono.
"Ditahan untuk kita peroleh kepastian hukumnya," tutur Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Komisaris Besar Agung Setya kepada Tempo, Jumat, 12 Februari 2016.
Agung mengatakan kedua tersangka ditahan untuk melengkapi berkas perkara yang menjeratnya. Apalagi saat ini, berkas perkara kasusnya sudah terpenuhi dan segera dilimpahkan ke kejaksaan untuk segera disidangkan.
"Ini juga untuk kemanfaatan hukum," kata Agung singkat. Menurut dia, penahanan terhadap para tersangka setelah keduanya usai menjalani pemeriksaan untuk yang terakhir kalinya. Pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas sebelumnya.
Agung Setya juga menambahkan bahwa penyidik sebenarnya menjadwalkan untuk memeriksa satu tersangka lain. Dia adalah mantan pemilik PT TPPI, Honggo Wendratno.
Sayangnya Honggo saat ini diketahui berada di Singapura. Meski demikian, penyidik Bareskrim tetap berencana untuk memanggil Honggo. Pihaknya belum berencana untuk memanggil paksa Honggo melalui bantuan interpol. “Tetap akan kami panggil.”
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto menambahkan kedua tersangka yang diperiksa oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim tersebut adalah Raden Priyono dan Djoko Harsono. Pemeriksaan dilakukan terhadap kedua pelaku untuk mengklarifikasi kerugian negara yang sebelumnya disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu.
Perhitungan Kerugian Negara (PKN) dalam kasus ini diperkirakan mencapai US$ 2,7 miliar. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa pelaku memberi keterangan atas keriguan negara yang disebabkan atas kasus tersebut. Karena pemeriksaan ini adalah tahap akhir sebelum berkas dilimpahkan ke kejaksaan.