TEMPO Interaktif, Jakarta: Andreas Pareira, anggota komisi I DPR RI, mengatakan bahwa RUU Peradilan Militer disusun untuk mendukung reformasi TNI. "Karena berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, menghendaki terjadinya perubahan dalam tubuh TNI," kata anggota parlemen dari Fraksi PDIP kepada Tempo saat dihubungi melalui telepon, sabtu (11/2). Atas dasar pertimbangan tersebut, parlemen kemudian mengajukan hak inisiatif untuk menyusun RUU. Pareira mengatakan profesi prajurit merupakan pilihan yang telah diambil oleh setiap prajurit. "Sebaiknya prajurit TNI tidak meminta hal yang berlebihan," ujarnya. Pada saat dilakukan pembahasan, Pareira menjelaskan, pemerintah menghendaki adanya peradilan koneksitas. Dalam peradilan tersebut hakim yang menyidangkan perkara pidana prajurit TNI terdiri dari unsur sipil dan unsur militer. Namun seluruh fraksi yang ada di komisi I menolak keinginan pemerintah tersebut. "Seluruh komisi tetap menghendaki adanya peradilan umum bagi prajurit TNI," ujar Pareira.Untuk mengatasi kendala psikologis yang akan dialami oleh prajurit TNI, sebagaimana diungkapkan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, fungsionasis PDIP ini mengatakan kemungkinan adanya masa transisi dalam pelaksanaan RUU tersebut apabila telah diundangkan. Mengenai lemanya masa transisi yang diberikan, akan diatur dalam sebuah peraturan pemerintah yang akan dibuat setelah RUU tersebut disahkan. "Masa transisi merupakan salah satu solusi terbaik untuk mengatasi kendala psikologis prajurit TNI," katanya. Eko Nopiansyah
Panitia khusus DPR untuk Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Militer meminta masukan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Pansus, meminta draft RUU tandingan yang terinci pasal per pasal.
Di masa transisi seperti sekarang, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Ermaya Suryadinata memandang TNI belum bisa ditempatkan dibawah Dephan.