Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto berjalan keluar ruangan seusai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Sidang yang berlangsung tertutup tersebut berlangsung selama kurang lebih lima jam. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Empat anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan Ketua DPR Setya Novanto bersalah dalam kasus dugaan pelanggaran etik karena menjanjikan membantu proses perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dalam pertemuan dengan direktur Freeport Maroef Sjamsoedin dan pengusaha minyak M. Riza Chalid. Dalam sidang pembacaan putusan, Rabu, 16 Desember 2015, para anggota MKD memberikan pandangan masing-masing.
Darizal Basir (PAN) berpendapat, Setya Novanto telah melanggar kode etik dan perlu dijatuhi sanksi sedang.
Guntur Sasongko (Demokrat) menyatakan, dari aspek etika, Setya mengakui pertemuan empat mata dengan Maroef dan tidak diikuti stafnya. Karena itu, Setya perlu dijatuhi sanksi sedang.
Risa Mariska (PDIP) menyatakan, berdasarkan fakta persidangan, Setya terbukti menggunakan jabatan untuk bertemu dengan PT Freeport dan mengajak pengusaha terlibat aktif dalam negosiasi. Menggunakan jabatan untuk negosiasi yang bukan kewenangannya, mencatut nama presiden, dan meminta saham, maka jelas melanggar kode etik. "Agar MKD menjatuhkan sanksi sedang," katanya.
Dimyati Natakusuma (PPP) menyatakan Setya Novanto diindikasi melakukan pelanggaran kode etik yang bersifat berat.
Saat ini sidang sedang berlangsung. Ada 13 anggota MKD lain yang belum membacakan pendapatnya.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
5 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.