JK: Kasus Setya Novanto Skandal Terbesar, MKD Harus Obyektif

Reporter

Editor

Grace gandhi

Selasa, 15 Desember 2015 20:41 WIB

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla berpidato membuka dialog tingkat tinggi Pemanfaatan Gelombang Bonus Demografi, di Hotel Pullman, Jakarta, 20 April 2015. Jusuf Kalla mengatakan bonus demografi yang dimiliki Indonesia harus dibarengi dengan kualitas sehingga tidak menjadi beban pembangunan. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Mahkamah Kehormatan Dewan segera memberikan putusan kepada Ketua DPR Setya Novanto dalam dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukannya.

Kalla mengakui kesaksian yang diberikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan hanya untuk meringankan sanksi yang akan diberikan MKD kepada Novanto.

"Ya seperti itulah," katanya di Istana Wakil Presiden, Selasa, 15 Desember 2015. "Saya kira itu masalah MKD bahwa bagaimana dia menilainya terserah DPR.”

Kalla berharap MKD bisa memutuskan secara obyektif atas kasus Novanto. Musababnya, kasus ini merupakan skandal terbesar.

Sebelumnya, Luhut dipanggil Mahkamah Kehormatan Dewan untuk bersaksi lantaran namanya disebut sebanyak 66 kali dalam rekaman pembicaraan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Feeeport Indonesia Maroef Sjamsoeddim.

Dalam rekaman tersebut, Setya dan Riza menjamin bisa melobi untuk perpanjangan kontrak Freeport ke Presiden Joko Widodo dengan bantuan Luhut. Sebagai imbalan, keduanya meminta saham Freeport dan dana untuk pembangkit listrik tenaga air di Urumuka, Papua, dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Dalam kesaksiannya, Luhut mengatakan tak pernah berkomunikasi dengan Setya Novanto, saudagar minyak Riza Chalid, ataupun Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengenai perpanjangan kontrak Freeport.

Menurut Luhut, komunikasinya dengan mereka ia lakukan untuk menjaga hubungan politik dengan Koalisi Merah Putih (KMP).

Kesaksian Luhut ini dianggap sebagian kalangan hanya akan meringankan MKD dalam memberi sanksi kepada Setya Novanto. Guru besar hukum dari Universitas Andalas, Saldi Isra, mengatakan apa pun pernyataan Luhut tak membantu menemukan kebenaran terkait dengan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua DPR Setya Novanto.

Tanpa memanggil Luhut pun, menurut Saldi, MKD semestinya sudah bisa menyimpulkan bahwa pelanggaran etika itu terjadi. "Selama bisa dipastikan bahwa rekaman itu benar ada dan yang merekam sudah mengakui, tak ada lagi yang perlu dibuktikan."

REZA ADITYA

Berita terkait

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

1 hari lalu

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

Kabar PKS gabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah keluarkan pernyataan pedas.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Remisi Lebaran, Tahun Lalu Setya Novanto Dapat Remisi HUT RI Selama 3 Bulan

18 hari lalu

Tak Hanya Remisi Lebaran, Tahun Lalu Setya Novanto Dapat Remisi HUT RI Selama 3 Bulan

Tidak hanya tahun ini, Setya Novanto alias Setnov pun mendapat remisi khusus Hari Raya Idulfitri 2023.

Baca Selengkapnya

Terpopuler Hukrim: Setahun Lalu Putusan Banding Vonis Mati Ferdy Sambo Dibacakan, Remisi Setya Novanto, Pilot Susi Air Dibawa ke Medan Perang

18 hari lalu

Terpopuler Hukrim: Setahun Lalu Putusan Banding Vonis Mati Ferdy Sambo Dibacakan, Remisi Setya Novanto, Pilot Susi Air Dibawa ke Medan Perang

Berita mengenai setahun vonis banding Ferdy Sambo atas pembunuhan ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat banyak dibaca.

Baca Selengkapnya

Setya Novanto Dapat Remisi, IM57+ Nilai Akan Berefek Buruk terhadap Pemberantasan Korupsi

19 hari lalu

Setya Novanto Dapat Remisi, IM57+ Nilai Akan Berefek Buruk terhadap Pemberantasan Korupsi

Sejumlah rekayasa hukum yang dilakukan Setya Novanto saat menjalani proses hukum tak bisa dianggap main-main.

Baca Selengkapnya

ICW Sebut Remisi Terlihat Diobral untuk para Koruptor

20 hari lalu

ICW Sebut Remisi Terlihat Diobral untuk para Koruptor

Sebanyak 240 narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin mendapat remisi Idul Fitri

Baca Selengkapnya

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

20 hari lalu

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

Dua pengacara Tim hukum Prabowo-Gibran, OC Kaligis dan Otto Hasibuan jadi pembela Sandra Dewi, istri Harvey Moeis dalam kasus korupsi tambang timah

Baca Selengkapnya

Sudah Berkali Dapat Remisi, Segini Diskon Masa Tahanan Koruptor e-KTP Setya Novanto

20 hari lalu

Sudah Berkali Dapat Remisi, Segini Diskon Masa Tahanan Koruptor e-KTP Setya Novanto

Narapidana korupsi e-KTP Setya Novanto beberapa kali mendapatkan remisi masa tahanan. Berapa jumlah remisi yang diterimanya?

Baca Selengkapnya

Koruptor Setya Novanto Dapat Remisi Lebaran, Ini Kasus Korupsi E-KTP dan Benjolan Sebesar Bakpao

20 hari lalu

Koruptor Setya Novanto Dapat Remisi Lebaran, Ini Kasus Korupsi E-KTP dan Benjolan Sebesar Bakpao

Narapidana korupsi e-KTP Setya Novanto kembali dapat remisi Lebaran. Begini kasusnya dan drama benjolan sebesar bakpao yang dilakukannya.

Baca Selengkapnya

Ketentuan Remisi Lebaran Seperti yang Diperoleh Setya Novanto, Mantan Bupati Cirebon, dan Eks Kakorlantas Djoko Susilo

21 hari lalu

Ketentuan Remisi Lebaran Seperti yang Diperoleh Setya Novanto, Mantan Bupati Cirebon, dan Eks Kakorlantas Djoko Susilo

240 narapidana Lapas Sukamiskin mendapat remisi termasuk Setya Novanto dan Djoko Susilo. Apa itu remisi dan bagaimana ketentuannya?

Baca Selengkapnya

240 Narapidana Korupsi di Lapas Sukamiskin Dapat Remisi Idul Fitri 2024, Ada Setya Novanto hingga Eks Kakorlantas Djoko Susilo

22 hari lalu

240 Narapidana Korupsi di Lapas Sukamiskin Dapat Remisi Idul Fitri 2024, Ada Setya Novanto hingga Eks Kakorlantas Djoko Susilo

Kalapas memastikan, tidak ada narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin yang langsung bebas atau mendapatkan remisi khusus II.

Baca Selengkapnya