Setya Novanto Terancam Dicopot dari Jabatannya  

Reporter

Editor

Juli Hantoro

Selasa, 15 Desember 2015 12:04 WIB

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto berjalan keluar ruangan seusai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Sidang etik tersebut terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam kasus permintaan saham PT Freeport Indonesia yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto terancam dicopot dari jabatannya jika terbukti melanggar etika. Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Junimart Girsang mengatakan sanksi itu akan dijatuhkan meski tingkat pelanggarannya sedang.

"Itu enggak perlu melalui paripurna, kecuali kalau pelanggaran berat. Kalau berat, harus melalui persetujuan rapat paripurna," kata politikus PDI Perjuangan itu.

Adapun alasannya, menurut anggota MKD Syarifuddin Sudding, karena Setya Novanto sebelumnya telah dijatuhi sanksi ringan oleh Mahkamah. Setya Novanto diberi sanksi setelah pertemuannya dengan Donald Trump beberapa waktu lalu.

"Ketika terbukti melakukan pelanggaran lagi, ya, sanksinya tinggal sedang dan berat. Atau tidak terbukti sama sekali. Kalau sanksi ringan, tidak bisa lagi karena sudah pernah terkena sanksi ringan," tutur Sudding saat ditemui di Ruang Sidang Paripurna DPR pada Selasa, 15 Desember 2015.

Sudding enggan mengungkapkan apa amar putusan mengenai pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya Novanto. "Saya tidak bisa mendahului putusan. Rabu kan putusan. Akan kita lihat nanti dalam persidangan. Kalau masing-masing punya pendapat, ya, kita lihat saja nanti. Kalau banyak anggota yang menyatakan terbukti, ya, itu keputusannya. Begitu juga sebaliknya," ujar politikus Hanura itu.

Kemarin, MKD memutuskan bahwa pada Rabu besok Mahkamah akan melakukan konsinyering untuk mengambil keputusan mengenai sanksi bagi Setya Novanto. Menurut Junimart, setiap pemimpin dan anggota MKD akan mengajukan pertimbangan hukum, pendapat akhir, dan kesimpulan tentang adanya pelanggaran kode etik oleh Setya.

Dalam sidang kemarin, Junimart juga memaksa agar pengusaha minyak yang turut hadir dalam pertemuan antara Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Muhammad Riza Chalid, harus dipanggil ke sidang MKD. "Permintaan saya untuk meminta menghadirkan Riza, menurut sebagian besar teman, hampir semuanya, tidak diperlukan lagi," Junimart menegaskan.

Sudding pun mengomentari pernyataan Junimart bahwa MKD harus menyelesaikan kasus ini sebelum reses agar tidak lagi memunculkan kegaduhan. "Pemanggilan Riza, kan, minimal tiga hari. Kalau semakin lama, akan ada pandangan miring bahwa MKD mengulur-ulur waktu. Apalagi kemudian reses. Muncul lagi spekulasi di masyarakat," ucap Sudding.

ANGELINA ANJAR SAWITRI

Berita terkait

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

11 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia

13 jam lalu

Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia

Pemerintah bakal memperpanjang kontrak PT Freeport hingga 2061. Menteri Bahlil Lahadalia klaim Freeport sudah jadi perusahaan milik Indonesia.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

1 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

3 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

6 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

6 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya