Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristanto, membuka rapat kerja daerah (Rakerda) ke II PDI Perjuangan Sulsel yang digelar di Hotel Karebosi Condotel Makassar, 2 Oktober 2015. Rakerda untuk mengkonsolidasikan kekuatan PDIP di 24 kabupaten/kota, yang ada di Sulsel dan membahas pemenangan 11 Pilkada di Sulsel. TEMPO/Fahmi Ali
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mencurigai ada kepentingan asing di balik kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hasto meminta kasus yang menjerat Setya Novanto dilihat secara jernih mengingat di balik kasus itu, ada upaya untuk memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia sebelum waktu ditetapkan.
Menurut Hasto, sebaiknya semua pihak belajar dari pengalaman sejarah. Ia mengingatkan, di masa lalu, berbagai cara dilakukan pihak asing untuk menguasai kekayaan alam Indonesia. Hasto mengaitkan hal ini dengan lengsernya presiden pertama Indonesia, Sukarno.
"Sejak dulu kita lihat bagaimana Bung Karno dilengserkan ketika ada proses-proses untuk menguasai sumber kekayaan alam bangsa. Sejarah itu (lengsernya Bung Karno) bisa terulang," kata Hasto di Jakarta, Minggu, 6 Desember 2015.
Hasto turut mempermasalahkan langkah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang merekam pembicaraannya dengan Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid. Dia menilai rekaman tersebut ilegal. "Ketika direktur perusahaan asing merekam secara sepihak, harus dilihat sebagai sebuah preseden. Harus dilihat betul motif penegakan hukum atau motif kepentingan bisnis itu sendiri," kata Hasto.
Hasto menengarai ada upaya-upaya untuk memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia sebelum waktu yang ditetapkan. Kontrak Freeport akan habis pada 2021. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, pembicaraan renegosiasi kontrak baru bisa dilakukan pada 2019.
"Saya melihat seluruh persoalan-persoalaan ini tidak terlepas dari pertarungan kepentingan ketika ada upaya-upaya dari pihak tertentu untuk memperpanjang kontrak PT Freeport sebelum waktunya," katanya.
Hasto menyatakan pihaknya sependapat dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa pembahasan tentang PT Freeport hanya bisa dilakukan pada 2019. "Itu sesuai dengan ketentuan UU Minerba, jadi harus kita jaga. Namun ketika ada pihak-pihak yang kemudian mencoba melakukan negosiasi dengan menggunakan kekuatan politiknya tentu saja ini kurang bisa dibenarkan," tuturnya.
Ia juga menyatakan, sebagai bangsa yang besar hendaknya jangan sampai terpecah-belah hanya karena kepentingan-kepentingan bisnis yang kemudian menggunakan kekuatan-kekuatan politik.