Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Badrodin Haiti saat memeriksa berkas dan menanda tangain sejumlah berkas di ruangnya di gedung mabes polri, Jakarta, 23 April 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Advertising
Advertising
Kapolri membantah bahwa polisi telah membelenggu kebebasan berekspresi masyarakat di kasus itu. Menurutnya, perlu ada pembelajaran bagi masyarakat sebab reaksi terkait kasus masa lalu selalu melahirkan ekspresi yang beragam. "Harus ada pembelajaran bagi masyarakat secara bertahap," kata Badrodin.
Saat ini, lanjut Badrodin, isu 1965 masih sangat sensitif di masyarakat. Untuk itu, polisi melarang pelaksanaan diskusi itu untuk menghindari reaksi masyarakat. Badrodin mengatakan bahwa tindakan yang diambil kepolisian itu karena ada reaksi dari masyarakat.
Akhir Oktober lalu aparat kepolisian Gianyar, Bali, melarang pelaksanaan sejumlah agenda refleksi sejarah tentang pembantaian dalam peristiwa 1965 dalam acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2015. Tiga agenda Ubud Festival itu adalah panel diskusi rekonsiliasi dan pemulihan, pemutaran film The Look of Silence Karya Joshua Oppenheimer, dan peluncuran buku The Act of Living. Langkah kepolisian itu menuai protes dari berbagai kalangan.
“Sepertinya saat ini polisi semakin represif terhadap adanya upaya rekonsiliasi,” ujar novelis, Ayu Utami.