Anggota DPR Fraksi Hanura, Dewi Yasin Limpo di mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari, 22 Oktober 2015. Selain Dewie, KPK menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus yang sama. ANTARA/M Agung Rajasa
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan lamanya proses penahanan terhadap lima tersangka kasus suap proyek pengembangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua.
"Kita memastikan kondisi kesehatan masing-masing tersangka yang mau ditahan," kata Yuyuk Andriati, juru bicara sementara KPK, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Oktober 2015.
Menurut Yuyuk, salah satu dari lima tersangka memiliki penyakit sehingga harus distabilkan terlebih dulu. "Tersangka BWH (Bambang Wahyu Hadi) ada hipertensi," kata Yuyuk.
Peran Bambang, menurut Yuyuk, aktif dalam kasus suap yang menjerat anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo. "Ia bersama RB (Rinelda Bandaso) berperan aktif untuk mewakili DYL menagih komitmen yang dijanjikan," katanya.
Bambang sendiri turun dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 01.20 Kamis dini hari. Staf ahli Dewan Perwakilan Rakyat itu ditahan di Rumah Tahanan Guntur. Sementara Rinelda Bandaso, Septiadi, Iranius dan Dewie Yasin Limpo ditempatkan di Rutan KPK C1.
Namun pada Kamis sore ini, Dewie Yasin Limpo direncanakan pindah ke Rutan Pondok Bambu dengan alasan kapasitas yang kurang memadai. "Salah satunya adalah kapasitas. Kemudian kami juga memisahkan orang-orang yang saling berhubungan," kata Yuyuk.
Terungkapnya berbagai modus korupsi dari perencanaan anggaran sampai proses pelaksanaan APBN atau APBD sejatinya karena penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja (ABK) atau performance based budgeting. Pada intinya, ABK merupakan prinsip penganggaran yang berorientasi pada hasil (output) dan kemanfaatan (outcome) dari setiap rupiah uang negara/daerah yang digunakan untuk membiayai berbagai program/kegiatan pemerintah pusat/daerah.