Banyak Pasal tentang Moral, RUU KUHP Dikecam

Reporter

Editor

Agung Sedayu

Sabtu, 29 Agustus 2015 09:38 WIB

Sejumlah aktivis pemberantasan Korupsi melakukan aksi dukungan kepada KPK, di Jakarta (4/4). Aksi tersebut mendesak Pemerintah untuk menarik pembahasan RUU KUHP dan KUHAP dari DPR dan menghentikan atau melawan setiap upaya pelemahan pemberantasan Korupsi, dalam hal ini terhadap KPK melalui RUU KUHP dan KUHAP. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berpotensi mengancam kebebasan individu, kepentingan publik, dan lebih banyak mengatur moral masyarakat. Rancangan yang berisi 786 pasal tersebut dinilai mengandung banyak pasal kontroversial.

Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan KUHP kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada 8 Juni lalu. Draf itu jauh lebih tebal ketimbang KUHP saat ini yang berisi 569 pasal. Menurut Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, posisi negara terhadap individu menguat dalam Rancangan KUHP itu. Hal tersebut terlihat dari pasal-pasal proteksi negara, seperti pasal penghinaan presiden dan wakil presiden serta pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. "Karakternya masih sama dengan pasal subversif," ucapnya.

Di sisi lain, menurut Supriyadi, Rancangan KUHP lebih banyak pasal yang mengatur persoalan moral. Ia mencontohkan, definisi pornografi yang memiliki batasan dalam Undang-Undang Pornografi tapi justru lebih ngaret di dalam Rancangan KUHP. Begitu pula sejumlah pasal lain yang mengatur tentang tindak pidana perzinaan, kumpul kebo, pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan, serta pemerkosaan. Dikhawatirkan, hal itu akan menyebabkan overkriminalisasi.

Pasal korupsi juga menjadi sorotan. Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, mendesak pemerintah menghapus pasal tentang pemberantasan korupsi dan pencucian uang karena bisa mengancam Komisi Pemberantasan Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan kejaksaan. "Kalau berlaku, berarti undang-undang tindak pidana korupsi dan pencucian uang tak berlaku lagi, sehingga hanya polisi yang bisa mengusut korupsi," ujarnya.

Miko Susanto Ginting, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, mendorong pemerintah bersama DPR melakukan amendemen parsial dalam pembahasan Rancangan KUHP. Sebab, tutur dia, konstruksi rancangan ingin menggabungkan semua ketentuan pidana, termasuk yang sudah diatur dalam undang-undang khusus. "Jangan sampai kemudian Rancangan KUHP ini meniadakan kekhususan pidana, seperti HAM dan korupsi."

MAHARDIKA | DELA FAHRIANA








Berita terkait

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

20 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

2 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

5 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

6 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

6 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

6 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya