Atribut PKI Ada di Karnaval, Bupati Pamekasan Surati Jokowi
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Minggu, 16 Agustus 2015 14:38 WIB
TEMPO.CO, Pamekasan - Bupati Pamekasan Achmat Syafi'i menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan munculnya lambang dan gambar tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kegiatan karnaval memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, Sabtu kemarin, 15 Agustus 2015. "Hari ini surat selesai dibuat, besok akan dikirim melalui kurir ke Presiden," kata Syafi'i, Ahad, 16 Agustus 2015.
Selain kepada Presiden, permintaan maaf juga ditembuskan kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung, Panglima Daerah Militer V/Brawijaya, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, dan Gubernur Jawa Timur.
"Kami ingin memastikan bahwa masalah ini tidak mengganggu stabilitas keamanan di Pamekasan," ujarnya. Bekas anggota Fraksi Demokrat di DPR ini mengaku kecolongan dan berjanji akan lebih berhati-hati. "Ini jadi pelajaran bagi Pamekasan."
Forum Pimpinan Daerah Pamekasan telah membakar atribut partai terlarang itu. "Ada dua atribut yang tidak turut dibakar, sebagai barang bukti penyelidikan," tutur Kepala Kepolisian Resor Pamekasan Ajun Komisaris Besar Sugeng Muntaha.
Pembakaran atribut, kata Sugeng, dilakukan untuk menghindari adanya pihak-pihak tertentu yang ingin mengacaukan situasi keamanan di Pamekasan dengan memanfaatkan masalah tersebut. Sebab, dia melanjutkan, hasil penyelidikan sementara disimpulkan bahwa tidak terdapat unsur kesengajaan, baik dari pemerintah daerah, panitia, maupun peserta karnaval. "Kami tidak menemukan unsur kesengajaan maupun unsur politis dalam masalah ini," ucapnya.
Para pembawa atribut dan gambar tokoh-tokoh PKI dalam acara karnaval tersebut adalah siswa SMP Negeri 2 Pamekasan. Kepala SMP 2, Ali, mengatakan penampilan siswanya sudah sesuai dengan instruksi yang diterima dari panitia HUT kemerdekaan RI tingkat kabupaten.
Dalam surat itu, kata dia, dicantumkan secara rinci apa saja yang harus ditampilkan. Antara lain kostum delapan jenderal yang meninggal dalam peristiwa 65; Ketua Committee Central PKI D.N. Aidit; Njoto; Letnan Kolonel Untung Syamsuri; dan anggota PKI yang memegang celurit. "Kami menyesuaikan isi surat itu," katanya.
Jika tidak sesuai isi surat, ujar Ali, akan berpengaruh pada penilaian tim juri karnaval. Begitu pula bila atribut yang ditampilkan tidak sesuai, nilai akan dipotong. "Bahkan dialog dalam drama teatrikal yang kami pentaskan persis sama dengan film G30 S/PKI, tidak ada yang kami ubah," ujarnya.
Ali menduga masuknya tema pemberontakan PKI dalam acara karnaval karena tema besar karnaval ingin menampilkan sejarah perjalanan bangsa, dari perang melawan Belanda hingga masa Reformasi.
Namun Ali mengakui surat dengan nomor 09PAN.HUT.2015 itu tidak dia terima langsung dari panitia. Surat itu sebenarnya undangan untuk Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Pamekasan tingkat SMP.
Pengurus MKKS, kata Ali, lantas menunjuk sekolahnya untuk tampil mewakili dalam acara karnaval. "Kami kebagian nomor urut 6, tugasnya menampilkan kekejaman pemberontakan G 30 S/PKI," tuturnya.
MUSTHOFA BISRI