SEBELUMNYA: Jokowi Ditantang Ilmuwan Oxford
MARI kita mulai dengan perkiraan tentang 4,5 juta pengguna narkotika yang membutuhkan rehabilitasi yang dikutip Presiden Jokowi. Angka proyeksi itu dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK UI) bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) melalui penelitian di tahun 2008.
Angka tersebut bukanlah merupakan sebuah estimasi jumlah aktual dari orang-orang yang tidak mampu mengelola penggunaan narkotika mereka dan membutuhkan dukungan; bukan pula merupakan angka yang dapat digeneralisir untuk mewakili prevalensi penggunaan narkotika di antara masyarakat di Indonesia.
Aspek paling bermasalah dalam proyeksi ini adalah definisi “kecanduan” yang terlalu disederhanakan, semata-mata hanya berdasarkan pada seberapa sering seseorang menggunakan narkotika. Penelitian tersebut membagi pengguna narkotika menjadi tiga kategori–pernah mencoba, pengguna teratur, dan pecandu–hanya berdasarkan frekuensi penggunaan narkotika. Orang yang pernah menggunakan narkotika kurang dari lima kali selama hidupnya diklasifikasikan sebagai orang yang “pernah mencoba narkotika”.
Orang-orang yang menggunakan narkotika kurang dari 49 kali dalam satu tahun sebelum survey tersebut dilaksanakan dikategorikan sebagai “pengguna teratur”, dan mereka yang menggunakan narkotika lebih dari 49 kali pada satu tahun sebelum survey disebut sebagai “pecandu”. Partisipan survey yang mengatakan mereka pernah menyuntikkan narkotika, bahkan jika hanya sekali saja pada tahun sebelumnya, juga dikategorikan sebagai “pecandu”.
Metode estimasi ini dapat mengakibatkan si Anu, yang membawa selinting ganja saat pesta tahun baru dan hanya menggunakan ganja pada beberapa acara tertentu saja termasuk seorang pengguna napza yang wajib mengikuti rehabilitasi selama tiga sampai enam bulan di fasilitas rawat inap rehabilitasi. Ini berarti bahwa orang-orang seperti si Anu pun merupakan fokus pokok “krisis napza” di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan munculnya proyeksi estimasi sebesar 4,5 juta pengguna narkotika; yang didasarkan pada survey yang sudah lama, serta pengkategorian yang tidak tepat. Versi dilebih-lebihkan dari “krisis napza” inilah yang kemudian menjadi acuan penasihat pemerintahan untuk memberi pembenaran pada keputusan-keputusan kebijakan yang keji/kejam.
BERIKUTNYA: Jokowi juga Sembrono di Hitungan Ini
Berita terkait
Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang Bakal Diganti dengan KRIS
18 menit lalu
Jokowi resmi mengganti sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan dengan sistem kelas rawat inap standar (KRIS). Apa perbedaannya?
Baca SelengkapnyaJokowi Sampaikan Ucapan Selamat atas Pelantikan PM Singapura Lawrence Wong
27 menit lalu
Presiden Jokowi menyatakan Indonesia siap untuk melanjutkan kerja sama baik dengan Singapura.
Baca SelengkapnyaJokowi Terima Kunjungan Gubernur Jenderal Australia pada Pagi Ini
1 jam lalu
Gubernur Jenderal Australia menjadikan pertemuan dengan Jokowi sebagai bagian rangkaian untuk merayakan 75 tahun hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Baca SelengkapnyaTerkini: Ini Peserta BPJS Kesehatan yang Tak Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Airlangga soal Target Prabowo Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
14 jam lalu
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan mulai tahun depan menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Baca SelengkapnyaPDIP Tak Undang Jokowi di Rakernas
15 jam lalu
PDIP tidak mengundang Presiden Jokowi dalam acara Rakernas IV. Djarot Saiful Hidayat mengungkap alasannya.
Baca SelengkapnyaKriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap
17 jam lalu
BPJS Kesehatan diubah menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Ini daftar peserta BPJS Kesehatan yang tidak bisa naik kelas rawat inap.
Baca SelengkapnyaPesan Jokowi saat Terima Pengurus GP Ansor di Istana
18 jam lalu
Sejumlah topik dibahas dalam pertemuan Jokowi dan GP Ansor.
Baca SelengkapnyaPemerintahan Jokowi Targetkan Indonesia Masuk OECD dalam Tiga Tahun
20 jam lalu
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang bertugas sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Keanggotaan OECD, tengah merancang memorandum.
Baca SelengkapnyaJokowi Hapus Pembagian Kelas BPJS Kesehatan, YLKI: Menguntungkan Asuransi Swasta
21 jam lalu
YLKI menilai langkah Presiden Jokowi menghapus pembagian kelas BPJS Kesehatan hanya akan menguntungkan perusahaan asuransi swasta.
Baca SelengkapnyaIndonesia 'Ngotot' Masuk OECD, Apa Untungnya?
21 jam lalu
Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis untuk membahas roadmap atau peta jalan menjadi anggota OECD.
Baca Selengkapnya