Jokowi, Susi, Ahok: Gampang Melejit, Gampang Terjepit
Editor
Bobby Chandra
Jumat, 27 Februari 2015 07:02 WIB
2. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
Gubernur yang disapa Ahok ini terancam pidana hingga pemakzulan terkait hak angket yang dilambungkan DPRD DKI Jakarta. Anggota DPRD Jakarta Muhammad Sanusi mengatakan ada beberapa potensi yang timbul akibat hak angket Dewan yang ditujukan untuk Ahok. Salah satunya adalah pemakzulan. "Bisa iya, bisa tidak," kata dia saat dihubungi Tempo, Kamis, 26 Februari 2015.
Hak angket diajukan DPRD karena Ahok dianggap melakukan pelanggaran etika lantaran menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah APBD DKI Jakarta 2015 tanpa persetujuan DPRD. Bahkan, Ahok juga sempat menyebut ada dana siluman Rp 12,1 triliun di RAPBD itu. Menurut Sanusi, jika sikap dan pernyataan Ahok itu berakibat fatal, hak angket dapat ditingkatkan menjadi hak menyatakan pendapat.
Namun, bila tidak fatal, maka hak itu hanya sampai di hak angket saja. Sanusi menerangkan beberapa fraksi mengusulkan untuk melaporkan Ahok ke polisi atas pencemaran nama baik dan pelanggaran etika. "Ahok menyebut DPRD tidak pernah kerja, hanya main-main, perampok, maling, dan segala macam. Itu bisa jadi fitnah dan pencemaran nama baik. Kami punya segala buktinya."
Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jakarta Lucki P. Sastrawiria mengatakan hak angket tersebut tidak sampai ke ranah pemakzulan. "Hanya memperbaiki citra dan marwah Dewan saja," ujarnya. Hanya saja, kata dia, bila Ahok terbukti bersalah dan dipidana, maka secara otomatis akan mundur dari jabatannya. "Sehingga tidak perlu dimakzulkan."
Ahok mengatakan dirinya tidak akan berseteru dengan DPRD DKI Jakarta andaikan saja dia menyetujui usulan kegiatan mereka senilai Rp 12,1 triliun. "Pasti enggak ada yang mau ribut sama saya," kata dia di Balai Kota, Kamis, 26 Februari 2015. Namun, Ahok memilih menolak keinginan mereka. "Hati nurani saya enggak enak," ucap Ahok.
Sebabnya, ia mengaku ingin membangun transparansi dalam pengelolaan anggaran. Cara tersebut digunakan dia untuk menekan korupsi di pemerintah DKI. "Kalau soal pembelian barang enggak sesuai ya sampai kiamat enggak ketemu sama mereka," ujarnya. Ahok menganggap duit Rp 12,1 triliun itu bisa membangun rumah susun sebanyak 60 ribu unit untuk warga.
Selanjutnya: 3. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
3. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
Kementerian Kelautan dan Perikanan digeruduk oleh ribuan nelayan cantrang asal Jawa Tengah dan Jawa Barat, Kamis, 26 Februari 2015. Massa yang berkisar 6.000 orang menuntut Menteri Susi mencabut larangan penggunaan alat tangkap cantrang maupun trawl bagi nelayan. "Peraturan ini membuat kami tidak bisa melaut selama dua bulan. Ini sangat menyusahkan kami," ujar Handoyo, nelayan asal Rembang, Jawa Tengah, di depan kantor Kementerian Kelautan.
Handoyo mengatakan larangan cantrang membuat nelayan kehilangan mata pencahariannya. Menurut dia, peraturan tersebut akan membuat pengangguran semakin meningkat. Sebab, ada ribuan nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang. Handoyo berharap agar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merevisi aturan Permen KP Nomor 2 Tahun 2015. Dia meminta Susi dapat memberikan solusi bagi nelayan yang menangkap ikan menggunakan cantrang.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Abduh Nurhidajat mengatakan larangan penggunaan alat tangkap trawl tetap dijalankan meski banyak ditolak. Namun, Abduh menjelaskan, meski mendapat banyak penolakan dari beberapa pihak, larangan penggunaan cantrang ini mengacu pada prinsip keberlanjutan sumber daya laut. "Supaya anak cucu kita juga bisa menikmati sumber daya laut," katanya.
Penggunaan alat tangkap cantrang ataupun trawl dianggap tidak ramah lingkungan sebab mata jaring atau diameter sangat halus sehingga dapat mengeruk semua isi laut, seperti terumbu karang. "Ini kan dapat merusak laut," ujar dia. Kementerian Kelautan, kata Abduh, tidak memberikan insentif kepada nelayan. "Kekuatan APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) tidak mungkin mengganti semua, tapi kami akan dorong kerja sama perbankan," ujar dia.
Bukan kali ini saja kebijakan Susi yang membikin gempar dunia perikanan. Nama Susi sebelumnya mencuat setelah ia menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Akibat kebijakannya itu, Susi diprotes sejumlah negara, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Susi pun sempat dikecam lantaran dia melarang restoran menjual hidangan kepiting bertelur. "Kami belum razia restoran. Restoran juga tidak boleh jual menu kepiting bertelur," ujar Susi.
Menteri Susi pun sempat dihujani pertanyaan tajam dan kritik oleh pengusaha saat menggelar sosialisasi peraturan pelarangan transshipment atau pemindahan muatan di tengah laut yang dianggap biasa oleh pengusaha perikanan. "Ekspor tuna segar untuk sashimi kan butuh kecepatan pengiriman. Larangan transshipment menyusahkan. Solusinya bagaimana, Bu?" kata Ketua Asosiasi Tuna Indonesia Edi Yowono di kantor Kementerian Kelautan.
Susi sigap menjawab. "Ya, dari main port (pelabuhan besar) saja, Pak," kata Susi. "Ya, pokoknya tidak boleh transshipment. Kalau di darat, it's okay," kata Susi, menegaskan. Menurut Susi, peraturan yang dibuatnya bertujuan menyejahterakan nelayan dan menjaga kedaulatan maritim Indonesia.
DEWI SUCI RAHAYU | ERWAN HERMAWAN | DEVY ERNISS | BC