Jokowi, Susi, Ahok: Gampang Melejit, Gampang Terjepit
Editor
Bobby Chandra
Jumat, 27 Februari 2015 07:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Panggung politik di Tanah Air kembali riuh rendah dalam sepekan belakangan ini. Belum lagi usai sengkarut di balik rencana Presiden Joko Widodo melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, konstelasi politik diramaikan dengan wacana pemakzulan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Di tengah serangan dari kanan-kiri terhadap Jokowi-Ahok, Tempo juga mencatat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti turut menjadi "bintang". Kebijakan menteri jebolan SMP ini di sektor perikanan oleh sebagian kalangan dianggap kontroversial sehingga mendapat kecaman, kritikan, bahkan didemo di sejumlah wilayah.
Berikut ini serangan terhadap tiga bintang politik yang melejit dengan cepat dan kini menghadapi masalah yang lumayan pelik:
1. Presiden Joko Widodo
Serangan terhadap Jokowi bermula dari rencananya yang mencalonkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri menggantikan Jenderal Sutarman yang diberhentikan sebelum masa dinasnya berakhir pada Oktober 2015. Rencana Jokowi ini ditentang para pegiat antikorupsi. Sebabnya, Budi Gunawan menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi pada 13 Januari 2015.
Penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan hanya sehari sebelum dia mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Meski berstatus tersangka, Komisi Hukum DPR menyetujui Budi sebagai Kepala Polri. Berselang dua hari setelah disetujui DPR, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap penyidik Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri dengan dalih menjadi tersangka dalam kasus mengarahkan kesaksian palsu di Mahkamah Konstitusi.
Usai penangkapan Bambang, giliran para pemimpin KPK lainnya yang dijerat sejumlah kasus pidana. Bahkan, Ketua KPK Abraham Samad menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan. Para pegiat anti korupsi menuduh kasus-kasus itu tak lebih hanya upaya kriminalisasi Polri terhadap para pemimpin KPK di tengah pengusutan kasus dugaan suap yang membelit Budi Gunawan. Mabes Polri sudah membantah tudingan itu.
Kendati Jokowi dalam pidatonya di Istana Negara, 25 Januari 2015, memberi tekanan agar jangan ada kriminalisasi dalam pengusutan kasus di KPK dan Polri, upaya itu tak mampu membendung kriminalisasi, khususnya terhadap pimpinan KPK. “Kalau dibiarkan terus, artinya Jokowi melakukan pembiaran dan ada konflik lebih tinggi antara Polri dan KPK,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch.
Konflik KPK-Polri mencapai puncak setelah Budi Gunawan memenangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya di KPK. Belakangan Sarpin Rizaldi, hakim tunggal sidang praperadilan itu, dikecam habis-habisan karena melampaui kewenangannya. Mengacu Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, obyek praperadilan hanya mengatur sah atau tidaknya penangkapan dan ganti rugi atau rehabilitasi, bukan menghapus status tersangka Budi Gunawan.
Pasca pra-peradilan, Jokowi urung melantik Budi Gunawan menjadi Kapolri meski dalam tekanan PDI Perjuangan yang mendesak ia melantik Budi. Namun demikian, upaya kriminalisasi terhadap KPK tak juga berhenti. Setelah penetapan tersangka terhadap pemimpin KPK, para penyidik dan staf KPK juga terancam dijerat pidana. Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyesalkan sikap Jokowi yang tak serius menghentikan upaya kriminalisasi terhadap KPK.
"Seharusnya Jokowi mencontoh presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono," kata Ade ketika dihubungi Tempo, Rabu, 25 Februari 2015. "Ketika itu SBY cukup tegas meminta Polri hentikan kriminalisasi ke KPK. Seharusnya Jokowi berani seperti itu," kata Ade. "Jangan sampai pembatalan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri dibarter dengan pembiaran kriminalisasi KPK."
Ketua Tim 9 Syafii Maarif berharap tekanan kepada Presiden Jokowi tidak menguat. Tim ini dibentuk Jokowi untuk membantu mengurai kisruh KPK-Polri. Menurut Syafii, Jokowi telah menerima tekanan berat dari seluruh penjuru mata angin. "Kasihan, lihat dia," kataya. Syafii menyatakan penuntasan konflik KPK-Polri seharusnya mudah. "Namun, ini jadi pertunjukan orang pinggiran, saling membumihanguskan. Keadaan ini melelahkan," kata tokoh Muhammadiyah ini.
Selanjutnya: 2. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama