Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Agama Lukman Hakim, Ketua Umum MUI Dien Syamsuddin, dan wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid saat pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia VI di Bangsal Pagelaran, Keraton Yogyakarta, 9 Februari 2015. TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Kongres Umat Islam Indonesia VI di Yogyakarta berakhir dengan menghasilkan sejumlah rekomendasi yang disebut dengan Risalah Yogyakarta, Rabu, 11 Februari 2015. Namun, rekomendasi itu diprotes Majelis Mujahidin Indonesia.
Interupsi tersebut berlangsung pada sidang penetapan rekomendasi, sesaat sebelum kongres resmi ditutup oleh Presiden Joko Widodo. Setelah draf rekomendasi dibacakan, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin bertanya pada seluruh peserta. "Apakah bisa disetujui?"
Ketua Majelis Mujahidin Indonesia Irfan S. Awwas langsung memprotes isi paragraf dua rekomendasi tersebut. Paragraf dua itu berbunyi, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah puncak perjuangan dan cita-cita umat Islam.
Irfan menuding panitia telah mengganti secara sepihak isi rekomendasi. Pasalnya, dalam sidang pembahasan rekomendasi di hari sebelumnya, peserta telah menyepakati dasar ketuhanan yang maha esa. Menanggapi protes itu, Ma'ruf mengatakan persoalan itu akan diselesaikan dalam rapat lain oleh steering committe sesudah kongres.
Menurut Irfan, Risalah Yogyakarta bukan rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia. "Itu hasil kongres Majelis Ulama Indonesia," katanya.
Meski masih menyisahkan catatan, dalam acara penutupan, Ketua MUI Din Syamsuddin, membacakan rekomendasi sebagai hasil Kongres VI di depan Presiden Jokowi. Dalam sambutannya, ia mengatakan, kongres ini berlangsung lancar, baik, berkualitas, dan bermartabat.