DPR Terbelah, Kinerja Lebih Buruk  

Reporter

Jumat, 19 Desember 2014 20:37 WIB

Sejumlah anggota DPR mengajukan protes dengan menaiki podium pimpinan DPR rapat paripurna dengan agenda pembahasan pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis 25 September 2014. malam. Kericuhan terjadi saat pembahasan RUU Pilkada. TEMPO/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Tommy A. Legowo, mengatakan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Perpecahan di parlemen akibat koalisi pemilihan presiden sangat menghambat kerja DPR. (Baca: Perseteruan Jokowi dengan DPR Memanas)

"Bisa dibilang ini lebih buruk dari periode lalu. Baru kali ini di sepanjang sejarah Indonesia ada DPR terbelah," kata Tommy di kantor Formappi, Jakarta, Jumat, 19 Desember 2014. (Baca: Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri)

Perpecahan DPR, kata dia, terbentuk setelah pemilihan presiden 9 Juli 2014. Sepuluh fraksi partai politik di parlemen terbelah, yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pro-presiden terpilih Joko Widodo dan Koalisi Merah Putih (KMP) pro-Prabowo Subianto. DPR diisi mayoritas pendukung KMP. Namun upaya ini sempat diboikot oleh KIH.

"Fungsi pengawasan terhadap pemerintah berjalan, tetapi dalam kubu yang terbelah. DPR yang harusnya bekerja untuk rakyat justru penuh kepentingan koalisi," kata Tommy.

Menurut Tommy, dengan komposisi sepuluh partai dengan mayoritas atau 56,6 persen anggota baru, semestinya anggota DPR periode saat ini lebih militan, produktif, cerdas, dan beretika. Roh politik ini, kata Tommy, ternyata terbelenggu oleh partai. "Muara sumber masalah tak pernah diubah. DPR kehilangan otonomi sehingga setiap keputusan diambil berdasar kepentingan partai, koalisi, dan koalisi dikendalikan oleh orang tertentu," katanya.

Koordinator Formappi Sebastian Salang mengatakan dualisme di parlemen tak hanya menghambat kerja tapi juga mereduksi ragam keputusan di DPR. Suara anggota Dewan tak lagi mewakili konstituen, melainkan koalisi. "Koalisi dipakai untuk membalas dendam elite. Rakyat tak diuntungkan. Kalau dibiarkan terus-menerus, membuat demokrasi tak jalan," kata Sebastian.

Formappi menyarankan agar Ketua DPR Setya Novanto segera membubarkan koalisi di parlemen, sehingga anggota Dewan punya kekuatan untuk menyuarakan hak rakyat. Jika koalisi tetap ada, Tommy meminta agar pengambilan keputusan di DPR tak lagi dengan sistem voting fraksi, tetapi voting berdasar daerah pemilihan. "Setiap dapil ada 3-10 anggota Dewan. Nah, dari situ akan jelas apakah mereka mendukung konstituen atau tidak," ujar Tommy.

PUTRI ADITYOWATI




Berita lain:
Dihujat FPI Soal Natal, Jokowi Dibela Ketua NU
Soal Natal, FPI Anggap Presiden Jokowi Murtad
Pilot Dimaki Dhani, Garuda: Baru Pertama Terjadi

Berita terkait

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

6 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

1 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

3 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

6 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

6 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

6 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya