Suryadharma Ali (kanan) bersama Hatta Rajasa (kedua kanan), Anis Matta (ketiga kanan), Gerindra Prabowo Subijanto (ketiga kiri), Aburizal Bakrie (kedua kiri) dan Politisi PPP, Djan Faridz (kiri) menghadiri Muktamar ke VIII PPP di Jakarta, 30 Oktober 2014. ANTARA/Vitalis Yogi Trisna
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Benny Wijayanto menilai usulan pemekaran komisi seperti yang diwacanakan anggota parlemen tak mendesak dilakukan. Alasannya, kinerja komisi saat ini belum maksimal. "Sepertinya pemekaran komisi hanya mengincar posisi dan jabatan saja," ujar Benny ketika dihubungi, Rabu, 5 November 2014. (Baca: Fadly Zon: Tidak Akan Bagi-Bagi Pimpinan Komisi)
Benny mencurigai keberadaan komisi baru hanya untuk memfasilitasi anggota Dewan yang sudah "berjasa" pada partai namun belum mendapat jabatan. Pemekaran komisi, kata dia, akan menyulitkan fraksi-fraksi dengan jumlah anggota sedikit karena harus lebih banyak membagi anggotanya. "Bikin mereka tidak fokus," ujarnya. (Baca: Kata PKB Soal PemekaranKomisi DPR)
Jika ada pemekaran, kata Benny, pimpinan komisi sebaiknya diserahkan pada koalisi pro-Joko Widodo yang belum mendapat jatah pimpinan. Menurut dia, hal ini dapat meredam ketegangan di parlemen. "Meskipun sungguh disayangkan yang mereka ributkan hanya soal posisi dan jabatan, bukan program," katanya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Edhy Prabowo mengatakan mitra yang dimiliki oleh sebuah komisi terlalu banyak. Ia mencontohkan Komisi VI yang memiliki delapan mitra kerja. Komisi tersebut membidangi masalah industri, perdagangan, koperasi, investasi, dan badan usaha milik negara.
Namun gagasan itu menuai penolakan dari Fraksi Golkar dan Demokrat. Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat, Rinto Subekti, format kemitraan yang berjalan saat ini sudah ideal dan tidak akan mempengaruhi kinerja Dewan. Berdasarkan data Sekretariat Jenderal, kata Fahri, pemekaran yang paling ideal adalah tiga komisi.