Prototipe kereta monorel buatan Indonesia terparkir di hanggar PT. Melu Bangun Wiweka, Tambun, Bekasi, Jawa Barat, (4/2). Monorel ini lebih ekonomis hingga 75 persen dibanding produk luar negeri. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO,Surabaya - Pengamat transportasi Darmaningtyas menyarankan Pemerintah Kota Surabaya tidak memilih monorel sebagai angkutan massal cepat. Menurut Darmaningtyas, berdasarkan pengalaman di berbagai kota di dunia, monorel justru membuat bangkrut karena membebani anggaran pemerintah kota.
Darmaningtyas lebih memilih kereta komuter dan busway untuk mengurai kemacetan di kota metropolitan, seperti Surabaya. "Kalau dua itu dikembangkan, saya rasa cukup," ujar Darmaningtyas kepada Tempo seusai diskusi publik soal sektor transportasi di Hotel Bumi, Surabaya, Selasa, 9 September 2014.
Sebelumnya, pemerintah pusat menganggarkan dana tahun jamak (multiyear) sebesar Rp 400 miliar untuk pembangunan angkutan massal cepat trem dan monorel di Surabaya, Jawa Timur. Kepastian itu didapat lewat Menteri Keuangan Chatib Basri di Balai Kota Surabaya, Senin, 8 September 2014. (Baca juga: Proyek Monorel Surabaya Dapat Rp 400 Miliar)
Menurut Darmaningtyas, Pemerintah Kota Surabaya bisa menggunakan jalur ganda untuk kereta komuter yang bisa mengangkut penumpang dari Malang, Sidoarjo, Gresik, atau Lamongan. Sedangkan untuk transportasi dalam kota, cukup disediakan busway.
Ihwal keterlibatan investor, Darmaningtyas mengatakan pembangunan infrastruktur lebih baik dilakukan oleh pemerintah. Pihak swasta tidak akan tertarik membiayai infrastruktur di dalam kota, kecuali jalan tol yang sudah pasti menguntungkan.
Dongkrak IPM, Pemkot Surabaya Sediakan Berbagai Layanan Literasi
9 November 2023
Dongkrak IPM, Pemkot Surabaya Sediakan Berbagai Layanan Literasi
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya mencatat, IPM Kota Pahlawan pada tahun 2022 mencapai angka 82,74. Angka ini meningkat 0,43 poin dibandingkan IPM Surabaya pada tahun 2021 yang mencapai 82,31.