Anggota DPRD DKI Jakarta asik gunakan telepon selular saat sidang paripurna di gedung DPRD, Jakarta, 23 Juli 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi, mengkritik besarnya biaya pembuatan pakaian untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di beberapa provinsi. "Belanja pakaian sipil lengkap terlalu mahal dan hanya memboroskan anggaran," kata Uchok melalui siaran pers, Selasa, 26 Agustus 2014. (Baca: Seusai Dilantik, Legislator Jember Balik ke Tahanan)
Berdasarkan data anggaran belanja daerah yang dikumpulkan Fitra, total biaya pembuatan pakaian lengkap di 18 provinsi untuk 1.212 anggota DPRD mencapai Rp 14 miliar. Dengan demikian, satu anggota Dewan daerah menghabiskan Rp 11,6 juta untuk satu pakaiannya. Menurut Uchok, 18 provinsi itu antara lain Maluku, Sulawesi Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, dan DKI Jakarta. (Baca: Jokowi Mundur Usai Pelantikan Anggota DPRD)
Selain pakaian sipil lengkap, seorang anggota Dewan daerah juga mendapat lencana emas berupa pin sebagai tanda jabatan. Dalam catatan Fitra, terdapat 12 provinsi yang punya anggaran belanja lencana emas dengan total Rp 6,4 miliar untuk 736 anggota DPRD provinsi. Artinya, satu anggota Dewan daerah mendapat sekitar Rp 8 juta untuk satu lencana emas.
Penggunaan anggaran belanja yang besar ini, kata Uchok, sangat tak tepat. Alasannya, saat ini para anggota Dewan daerah yang terpilih belum bekerja. "Mereka belum kelihatan kinerjanya tetapi sudah menikmati fasilitas yang mahal, mewah, dan fantastis."
Pelantikan anggota Dewan tingkat provinsi dilaksanakan di hampir seluruh Indonesia pada akhir Agustus ini. Sedangkan pelantikan anggota DPR akan dilakukan pada 1 Oktober mendatang. Uchok berharap anggota Dewan yang dilantik lebih berfokus melaksanakan pengawasan dan mengoptimalkan fungsi legislasi.
Aktivis Memprotes Persetujuan Kenaikan Gaji Anggota DPRD
2 September 2016
Aktivis Memprotes Persetujuan Kenaikan Gaji Anggota DPRD
Dengan gaji dan fasilitas yang sudah "wah" untuk ukuran daerah, anggota DPRD hampir tak pernah menyelesaikan target pembuatan rancangan peraturan daerah.