Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar saat menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta (20/2). Akil Mochtar didakwa menerima suap hingga Rp 57,78 miliar ditambah USD 500 ribu terkait pengurusan belasan sengketa pilkada di MK dengan ancaman hukuman tertinggi 20 tahun penjara. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Chaeri Wardana alias Wawan, direncanakan menjalani sidang perdana hari ini, Senin, 23 Februari 2014, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Wawan didakwa memberi suap dan janji kepada Akil Mochtar, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. (Baca di sini: Akil marah duitnya belum dibayar)
Dalam dokumen yang diperoleh Tempo terungkap bahwa pembahasan duit untuk Akil tersebut menggunakan kode. Pengacara Susi Tur Andayani yang diduga menjadi perantara pemberian uang itu memakai kata "ekor" saat berkomunikasi dengan Akil perihal uang untuk pembayaran dalam kasus sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten.
"Ass..(Assalamualaikum) pak, bu atut lg (lagi) ke singapur (Singapura), brg (barang) yg (yang) siap 1 ekor untuk lebak aja (saja) jam 14 siap tunggu perintah bpk (bapak) aja (saja) sy (saya) kirim ke mana..," kata Susi melalui pesan pendek (SMS) kepada Akil, 1 Oktober 2013.
Akil awalnya menolak duit tersebut. Alasannya, mereka sebelumnya menjanjikan uang Rp 3 miliar. "Ah males aku gak benar janjinya," kata Akil lewat SMS. Namun belakangan ia menerima pemberian itu. (baca: Adik Atut Akan Didakwa di Persidangan Dua Kali)
Dalam sejumlah komunikasi, Akil juga kerap menggunakan kode. Dengan Chairun Nisa, politikus Golkar yang juga ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, misalnya, Akil menggunakan kode “tiga ton emas” untuk duit Rp 3 miliar.
Akil, Chaeri, dan Chairun Nisa ditangkap KPK karena terlibat kasus suap. Chaeri disangka memberikan suap Rp 1 miliar kepada Akil terkait sengketa pemilihan Bupati-Wakil Bupati Lebak yang ditangani Mahkamah Konstitusi, dan Rp 7,5 miliar untuk pemilihan Gubernur Banten. Sedangkan Chairun Nisa disangka terlibat kasus suap untuk sengketa pemilihan Bupati Gunung Mas.