Ditangkap KPK, Kejari Praya Diganti Made Sudarwan
Editor
Abdul Djalil Hakim.
Senin, 16 Desember 2013 20:15 WIB
TEMPO.CO, Mataram - Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) Made Sudarmawan, Senin, 16 Desember 2013, ditetapkan sebagai pelaksana harian (Plh.) Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, menggantikan Subri, yang dicopot setelah tertangkap tangan menerima suap dari Direktur PT Pantai Aan, Lucyta Anie Razak.
"Saya bertugas di sini sampai ada pejabat definitif,” kata Sudarmawan. Namun Sudarmawan menempati ruang kerja Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Praya Zulkarnaen. Sebab, ruang kerja Subri disegel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah dilakukan penangkapan.
Menurut Sudarmawan, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Sugeng Pudjianto berkali-kali mengingatkannya agar jangan melakukan hal-hal yang mencederai kejaksaan.
Kasus tanah seluas 22,75 are, kata Sudarmawan, murni merupakan tindak pidana. Pelapornya adalah Bambang W. Soeharto. Sedangkan terlapor adalah Sugiharta alias Along, 52 tahun. Dalam menangani kasus itu, kejaksaan tidak ada niat menzalimi Along. “Perkara itu dinilai memenuhi syarat untuk dijadikan perkara pidana dan dibawa ke pengadilan,” ujarnya.
Ketua Pengadilan Negeri Praya Sumedi menjelaskan, perkara pidana dengan terdakwa Along tinggal menunggu pembacaan putusan. Jaksa penuntut umum Apriyanto Kurniawan bersama Natty Ayuningdiastiti Arief menuntut hukuman tiga tahun penjara bagi Along. Majelis hakim yang terdiri atas Sumedi sebagai ketua dengan anggota M. Annur Rofiq dan A.A. Putra Wiratjaya akan membacakan vonisnya pada 26 Desember 2013. Tetapi karena ada cuti bersama, sidang putusan ditunda hingga 9 Januari 2014.
Along dikenai dakwaan memberikan keterangan palsu dalam penerbitan sertifikat tanah, yaitu Pasal 266 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan primer, Pasal 266 ayat 2 KUHP sebagai dakwaan subsider, dan dakwaan lebih subsider Pasal 263 ayat 2 KUHP.
Along sempat mendekam dalam tahanan sejak 3 Mei 2013. Kemudian, setelah lima kali persidangan atau setelah sekitar 4,5 bulan, penahanannya ditangguhkan oleh majelis hakim dengan alasan kemanusiaan. “Selama menjalani persidangan dia kooperatif, tidak akan lari, tidak akan menghilangkan barang bukti. Dia juga sebagai pelayan jemaat,” ucap Sumedi kepada Tempo.
Along dikenai wajib lapor seminggu sekali setiap hari Kamis di Pengadilan Negeri Praya. Along juga wajib lapor ke Polres Lombok Tengah seminggu dua kali setiap Senin dan Kamis. Ini karena adanya pengaduan baru yang dilaporkan oleh LAR menyangkut tanah sporadis seluas 10 are. “Tanah ini juga berasal dari masyarakat tetapi belum saya sertifikatkan,” tutur Along kepada Tempo. Perkara perdata berkaitan dengan tanah 10 are itu saat ini masih dalam tahap mediasi di Pengadilan Negeri Praya.
Along menyangkal menguasai lahan milik PT Pantai Aan. Sebab tanah yang diklaim sebagai milik PT Pantai Aan sudah dikuasai Along dan sudah disertifikatkan. “Tanah itu saya dapatkan dari masyarakat,” tutur Along. Empat orang warga Selong Belanak yang saat itu berada di rumah Along membenarkannya.
“Kami sebagai warga sepakat menjual tanah negara yang berupa tanah rawa itu. Sebagian uangnya untuk keperluan madrasah,” kata Yasin dan Arsil, dua dari empat warga Selong Belanak kepada Tempo. Madrasah tersebut dinaungi Yayasan Pondok Pesantren Nurul Mujahidin. Yasin dan Arsil mengaku dijadikan saksi di persidangan.
Tanah yang diperebutkan oleh PT Pantai Aan diperkirakan oleh Yasin panjangnya sekitar 50 meter dan lebarnya 25 meter. Ada sungai selebar tujuh meter. Semuanya ini berada di depan lahan PT Pantai Aan yang dipisahkan oleh jalan aspal yang baru dibuat pemerintah.
Pengacara PT Pantai Aan Muhammad Busairi belum memberikan keterangan. Ketika dihubungi Tempo, Busairi tidak bersedia ditemui dengan alasan ada saudara sepupunya yang meninggal dunia. Ia pun mengatakan tidak tahu-menahu dengan penangkapan Subri. “Saya hanya kuasa hukum perkara perdata,” ucapnya.
SUPRIYANTHO KHAFID